Analisis keruangan merupakan ciri utama studi Geografi. Dari analisis inilah, para geograf menjawab pertanyaan, mengapa suatu wilayah (ruang) terbentuk. Berbekal analisis ini pula, para geograf menyusun teori tentang kewilayahan. Contoh konkret penggunaan pendekatan keruangan adalah untuk mengkaji hubungan antara kondisi fisik dan perkembangan suatu wilayah.
Secara fisik alami, wilayah satu berbeda dengan wilayah lainnya. Ada wilayah yang memiliki bentang alam bervariasi, ada pula wilayah yang memiliki bentang alam homogen. Perbedaan wilayah semakin kompleks karena campur tangan manusia. Ada wilayah yang didominasi bangunan-bangunan dengan menara dan cerobong asap yang menjulang, ada pula wilayah yang masih didominasi persawahan. Secara administratif, ada wilayah yang relatif luas, ada pula wilayah yang lebih sempit. Ada wilayah relatif padat penduduk, ada pula wilayah jarang penduduk.
Dari segi kegiatan ekonomi, oleh karena perbedaan kesuburan lahan ada wilayah dengan kegiatan utama penduduk di bidang agraris. Ada pula wilayah dengan kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, di samping sektor ekonomi tersier yaitu bidang pelayanan jasa. Akibat perbedaan kegiatan perekonomian, infrastruktur wilayah pun berbeda. Ada wilayah yang didukung infrastruktur perdagangan dan jasa, seperti sarana transportasi, bank, hingga pasar modern, ada pula wilayah yang didukung infrastruktur kegiatan pertanian seperti sarana irigasi dan koperasi, hingga jalan untuk distribusi bahan mentah.
Selain ciri-ciri fisik lahan, ada wilayah dengan kehidupan sosial masyarakat berbeda. Ada wilayah dengan kehidupan masyarakat masih menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antar sesama, serta sikap sopan santun. Ada pula wilayah dengan kehidupan sosial masyarakat lebih individualis, cenderung konsumtif, dan bergaya hidup modern.
Datar dan Bergelombang
Topografi berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah. Di wilayah dataran dan bergelombang misalnya, kedua wilayah tersebut umumnya memiliki perbedaan tingkat perkembangan. Perbedaan tambak pada penggunaan lahan dan sistem masyarakat.
Relief datar dan bergelombang, keduanya jelas memiliki karakter berbeda. Wilayah datar memungkinkan aksesibilitas lebih luas dan lancar. Aksesibilitas lancar akan mendorong aktivitas masyarakat lebih kompleks dan dinamis. Sebaliknya, aksesibilitas di wilayah bergelombang sangat terbatas dan cenderung kurang lancar. Kegiatan penduduk di wilayah tersebut terkendala oleh faktor topografi. Oleh karena itu, secara umum wilayah datar memiliki potensi perkembangan wilayah lebih cepat dibandingkan dengan wilayah bergelombang.
Wilayah Datar
Wilayah datar dapat berupa dataran rendah dan tinggi. Dataran rendah terdiri atas wilayah relatif datar serta memiliki ketinggian kurang dari 200 m di atas permukaan laut. Dataran rendah memiliki tekanan udara lebih rendah daripada wilayah yang lebih tinggi. Kecepatan aliran air di wilayah datar juga kecil dibandingkan wilayah bergelombang.
Kepadatan penduduk menjadi ciri khas yang melekat di wilayah datar. Wilayah datar memudahkan manusia membangun berbagai sarana prasarana. Lokasi datar menyebabkan pengembangan wilayah dilakukan seluas mungkin. Kemudahan proses pembangunan jalan raya dan kelengkapan transportasi lainnya mendorong wilayah datar menjadi pusat perekonomian penduduk.
Ketersediaan sarana prasarana kemudian mendorong kegiatan penduduk di wilayah datar lebih beragam dan kompleks daripada wilayah bergelombang. Kenyataan tersebut turut menjadi salah satu penyebab banyak warga masayrakat lebih memilih tinggal di wilayah datar.
Namun, tidak semua wilayah datar di permukaan Bumi memiliki potensi yang sama. Dataran berawa misalnya. Di berbagai belahan dunia banyak kawasan datar berawa tidak dapat dioptimalkan. Dataran berawa selalu tergenang air sehingga sebagian besar hanya dibiarkan sebagai ekosistem sejumlah flora dan fauna tertentu.
"Lahan potensial di wilayah datar memiliki kemiringan antara 3-15% dengan perbedaan ketinggian 5-10 m di atas permukaan laut. Proses erosi yang terjadi pada wilayah ini kecil, sistem drainase cukup baik, dengan kesuburan tanah cukup tinggi. Biasanya lahan ini dimanfaatkan untuk pertanian intensif."
Wilayah Bergelombang
Wilayah bergelombangsebagian besar berada di perbukitan atau pegunungan. Wilayah ini biasanya masuk dalam kawasan hulu atau bagian atas suatu DAS. Wilayah ini umumnya menjadi daerah tangkapan air hujan (catchment area). Daerah ini juga sering digunakan sebagai pencegah banjir di wilayah hilir. Wilayah bergelombang ditumbuhi pepohonan besar dengan kondisi hutan masih terjaga dengan baik.
Dari segi klimatologi, wilayah pegunungan atau perbukitan memiliki temperatur udara rendah, kelembapan udara tinggi, dan intensitas curah hujan tinggi. Kondisi ini oleh sebagian masyarakat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan perkebunan intensif. Oleh karena itu, bidang agraris menjadi mata pencaharian utama penduduk wilayah ini.
Wilayah bergelombang rata-rata memiliki kemiringan lereng lebih curam, lebih dari 30% dengan ketinggian lebih dari 200 m di atas pemukaan laut. Aktivitas erosi di wilayah bergelombang lebih intensif karena lerengnya relatif curam. Erosi intensif mengakibatkan tanah di di wilayah bergelombang lebih tipis. Jenis tanahnya pun lebih beragam, seperti tanah laterit, podzolit, dan andosol yang relatif subur.
Medan bergelombang serta berbukit-bukit menghambat mobilitas penduduk. Oleh karena itu, wilayah ini tidak dapat dikembangkan secara luas. Jumlah penduduk di wilayah bergelombang relatif sedikit.
Pola permukiman penduduk di dataran tinggi dengan relatif bergelombang biasanya menyebar mengikuti lereng yang tidak terlalu curam. Meskipun demikian, di beberapa wilayah terdapat pola permukiman berkelompok mengikuti tingkat kesuburan tanah dan keamanan dari bencana.
Subur dan Tandus
Tanah subur mudah diolah untuk lahan pertanian dan peternakan. Sementara itu, tanah tandus cenderung sulit dimanfaatkan secara optimal karena tidak banyak tanaman yang mampu bertahan hidup di wilayah tandus.
Wilayah Subur
Secara umum, tanah yang sehat dan subur memiliki tiga kriteria, subur secara fisiko, biologi, dan kimia. Apabila satu dari ketiga komponen tersebut tidak memenuhi syarat subur, diperlukan pengolahan lebih intensif agar tanah mendukung budi daya pertanian atau perkebunan.
Beberapa jenis tanah di Indonesia yang tergolong subur ialah tanah vulkanis (andosol), aluvial, dan humus. Tanah-tanah ini memiliki warna gelap atau kehitaman dan bersifat gembur.
Berikut ini beberapa ciri tanah subur secara fisika, kimia, dan biologi.
1. Tekstur tanah baik, proporsi antara pasir, lempung, dan debu seimbang.
2. Struktur tanah baik, butir-butir tanah tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
3. Tanah mampu menyediakan semua nutrisi dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
4. Banyak mengandung air untuk melarutkan garam-garaman.
5. Banyak aktivitas mikroorganisme atau fauna tanah di dalamnya.
Di wilayah pedalaman, tanah subur sering berasosiasi dengan aliran sungai. Di wilayah tersebut penduduk akan mendirikan permukiman memanjang mengikuti aliran sungai. Semakin subur suatu wilayah, semakin banyak pula jumlah penduduknya. Jumlah penduduk yang besar akan mempercepat perkembangan suatu wilayah. Kawasan Benggala (Bangladesh dan India) misalnya, daerah ini berada di Delta Sungai Gangga yang subur sehingga wajar jika menjadi kawasan paling cepat berkembang di dunia. Bahkan, di wilayah subur inilah lahir sebuah peradaban lembah Sungai Gangga. Di kawasan tersebut kini dibangun pelabuhan besar sebagai penghubung beberapa negara di sekitarnya.
Wilayah Tandus
Tanah tandus merupakan tanah dengan tingkat kesuburan sangat rendah. Tanah tandus dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tanah kurang subur dan tanah tidak subur. Tanah kurang subur terdiri atas pasir tanah gambut, dan kapur. Sementara itu, tanah tidak subur adalah tanah yang sering mengalami proses pencucian oleh air hujan (misalnya tanah laterit).
Kandungan humus pada tanah tandus juga sangat rendah. Oleh karena itu, tanah tandus tidak dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian atau perkebunan karena produksi yang dihasilkan tidak akan maksimal. Tanah tandus juga tidak dapat menyimpan air dalam jumlah banyak karena bahan organik di dalamnya sangat rendah. Kondisi seperti ini membuat penduduk enggan tinggal di wilayah tersebut. Semakin sedikit jumlah penduduknya, suatu wilayah akan semakin sulit berkembang.
Penduduk yang terpaksa tinggal di wilayah dengan keadaan tanah tandus harus memiliki kreativitas lebih untuk mengolah tanah. Masyarakat di Kabupaten di Kabupaten Gunung Kidul (Yogyakarta) misalnya, mereka harus bertahan pada kondisi kering setiap musim kemarau.
Di wilayah tersebut, muka air tanah baru dapat ditemukan pada kedalaman sekira 30 m. Tanaman padi tidak akan berkembang baik di wilayah ini. Untuk menyambung hidup, penduduk menanam sejumlah tanaman yang tahan terhadap kondisi kering seperti singkong, pohon jati, jagung, kacang tanah, dan kacang mete. Pola permukiman di wilayah tandus Gunungkidul menyebar. Penduduk mencari lahan yang dekat dengan sejumlah danau-danau doline yang airnya berasal dari air hujan.
Beberapa ciri dari tanah tandus.
1. Keras tidak gembur.
2. Banyak bebatuan.
3. Berwarna kemerahan-merahan.
4. Tanahnya mudah retak.
5. Simpanan air tanahnya sangat sedikit.
Aman dan Rawan
Aman dan rawan merupakan dua kondisi yang berpengaruh langsung terhadap interaksi masyarakat di suatu wilayah. Di wilayah yang aman, penduduk akan memperoleh kenyamanan dalam beraktivitas. Keadaan ini akan sangat berbeda pada kondisi penduduk yang tinggal di daerah rawan. Di wilayah rawan penduduk tidak bisa beraktivitas dengan nyaman sehingga perkembangan wilayahnya lambat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Aman adalah bebas dari bahaya, bebas dari gangguan, terlindung atau tersembunyi dan tidak dapat diambil orang lain, pasti, tidak meragukan, serta tidak mengandung risiko. Selain itu, aman adalah tentram, jauh dari rasa takut atau khawatir.
Tingkat kerawanan daerah umumnya dikaitkan dengan bencana alam yang menimpa suatu daerah. Bencana alam merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan pada suatu wilayah.
Indonesia merupakan negra rawan bencana alam. Kenyataan ini terkait dengan posisinya yang terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng yang bertumbukan terjadi sebuah akumulasi energi. Ketika lapisan Bumi tidak sanggup lagi menahan tumpukan energi, energi akan dilepaskan sebagai gempa Bumi. Dampak dari pelapasan energi ini dapat menimbulkan dampak lanjutan, seperti tsunami dan longsor. Berbagai bencana ini sering terjadi di beberapa wilayah di Aceh, Nusa Tenggara, papua, Sulawesi Utara, dan Maluku.
Beberapa wilayah yang berada dekat dengan pantai dan berada di wilayah lempeng tektonik aktif umumnya rawan bencana tsunami. Rumah-rumah yang berada di dataran tinggi juga masuk ke dalam wilayah rawan karena rentan terhadap bahaya tanah longsor. Oleh karena itu, penduduk yang menempati wilayah rentan akan sulit untuk mengembangkan wilayahnya.
Tidak hanya itu, tumbukan antarlempeng ajan memberikan celah bagi magma yang akan membentuk gunungapi. Tida heran apabila Indonesia dikenal rawan bencana letusan gunungapi. Wilayah yang berada di lereng Gunung Merapi, Gunung Kelud, dan Gunung Sinabung merupakan contoh wilayah rentan terhadap bahaya letusan gunungapi. Biasanya wilayah-wilayah rawan tersebut sulit berkembang karena bencana mengintai setiap saat.
Bencana alam selanjutnya yang sangat akrab dengan masyarakat di beberapa wilayah ialah banjir. Wilayah yang masuk ke dalam kategori rawan banjir berada di dataran rendah dekat dengan aliran sungai. Wilayah ini umumnya terletak pada relief datar, seperti sepanjang pantai timur Sumatra dan pantai utara Jawa (Pantura). Bencana banjir juga sering terjadi di wilayah dengan kondisi bagian hulu sungai rusak. Jakarta menjadi wilayah rawan banjir karena terjadi alih fungsi lahan bagian hulu sungai (terletak di kawasan Bogor) yang mengalir ke Jakarta. Beberapa wilayah yang berada di bantara sungai akan banyak dirugikan dibandingkan dengan wilayah yang jauh dari bantaran sungai. Permukiman berkelompok yang berada di bantaran sungai masuk ke dalam kategori rentan dan sulit untuk dikembangkan.
"Tidak semua wilayah yang dikategorikan rawan memiliki tingkat kemajuan lambat. Negara Jepang misalnya, beberapa wilayah yang rawan bencana di negara ini justru mengalami perkembangan luar biasa. Masyarakatnya yang selaku akrab dengan bencana gempa Bumi mampu beradaptasi agar tetap dapat bertahan. Mereka terus melakukan pemantauan terhadap kemungkinan gempa aktif dan mendirikan gedung atau rumah tahan gempa."
Strategis dan Terpencil
Pada masa kerajaan wilayah pesisir dan sepanjang aliran sungai merupakan kawasan strategis di Indonesia. Kenyataan tersebut terkait dengan penggunaan transportasi air sebagai satu-satunya penghubung antarwilayah yang terpisah oleh perairan.
Setiap wilayah mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Akan tetapi, tidak semua wilayah berkembang dengan kecepatan sama. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan wilayah adalah lokasi. Wilayah yang memiliki lokasi strategis lebih cepat tumbuh daripada wilayah yang lokasinya terpencil.
Lokasi suatu wilayah dikatakan strategis jika wilayah tersebut mudah dijangkau. Dengan kata lain, wilayah tersebut memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi. Sebaliknya, wilayah dikatakan terpencil jika sulit dijangkau. Beberapa tentang tingkat aksesibilitas suatu wilayah, tidak bisa lepas dengan media yang digunakan untuk menjangkau wilayah tersebut.
Salah satu media yang mungkin paling tua dalam sejarah adalah sungai. Pada zaman dahulu, selain sebagai sumber air, sungai merupakan media untuk menjangkau wilayah lain. Tidak heran, kota-kota besar tumbuh di tepi sungai-sungai besar.
"Pada zaman dahulu banyak kerajaan yang menjadikan kawasan strategis sebagai pusat pemerintahan, misalnya Kerajaan Sriwijaya, Demak, dan Langkat. Ketiga kerajaan tersebut terpusat di dekat sungai yang menjadi lalu lintas komoditas perdagangan antardaerah. Di dekat kerajaan tersebut juga terdapat pelabuhan yang menjadi cikal bakal pelabuhan internasional."
Kondisi di wilayah strategis sangat jauh berbeda dengan wilayah terpencil. Wilayah terpencil adalah suatu wilayah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi, dan fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain. Wilayah terpencil umumnya memiliki beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat rendah.
2. Sumber daya alam terbatas karena didominasi lahan-lahan kritis.
3. Aksesibilitas untuk menuju daerah lainnya sangat buruk.
4. Prasarana dan sarana umum terbatas.
5. Kualitas sumber daya manusia rendah.
Memajukan perekonomian di wilayah terpencil tidak semudah membalikkan telapak tangan. Asumsi tersebut disebabkan keterbatasan sarana prasarana umum di daerah tersebut. Selain itu, penduduk yang mendiami wilayah terpencil biasanya memiliki tingkat pendidikan rendah karena memang sarana pendidikan kurang memadai. Oleh karena itu, jumlah penduduk di wilayah terpencil jauh lebih sedikit dibandingkan wilayah strategis. Kondisi-kondisi tersebut menjadi faktor-faktor penyebab wilayah terpencil sulit berkembang menjadi lebih maju.
Beberapa wilayah terpencil berada di perbatasan antarnegara, pulau-pulau kecil, dan pedalaman hutan. Di Indonesia, wilayah terpencil biasanya berada di pedalaman hutan Kalimantan dan Papua. Masyarakat di dalamnya membentuk suatu kelompok suku dengan kebudayaan cukup tinggi. Beberapa wilayah terpencil yang terdapat di dunia antara lain Ittoqqortoormiit (Greenland), Cape York Peninsula (Australia), dan La Rinconada (Peru).
Basah dan Kering
Kebutuhan air bersih terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Sayangnya, ketersediaan air di setiap wilayah tidak sama. Oleh sebab itu, banyak orang menjadikan ketersediaan air bersih sebagai indikator kelayakan tempat tinggal.
Beberapa negara tropis di dunia, seperti Indonesia, Bangladesh, India, dan Sri Lanka memiliki cadangan air bersih cukup melimpah di dalam tanah. Ketersediaan cadangan air bersih tersebut dipengaruhi oleh intensitas curah hujan tinggi. Curah hujan ini kemudian tersimpan di dalam tanah dan menjadi sumber air bersih yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Selain itu, air permukaan berupa sungai pun sangat mudah ditemukan di negara tropis. Air permukaan juga digunakan sebagai sumber penghidupan bagi sebagian masyarakat.
Ketersediaan cadangan air melimpah di Indonesia juga didukung oleh sejumlah gunungapi yang tersebar di beberapa wilayah. Secara geologis, gunungapi menghabiskan lapisan batuan yang memiliki kemampuan menyimpan air dengan baik. Dengan mengebor hingga kedalaman tertentu, penduduk dapat menikmati sumber air bersih. Akan tetapi, terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang ketersediaan sumber air bersih kurang.
Kondisi wilayah yang memiliki sumber air bersih melimpah sangat berbeda dengan wilayah kering yang tidak menyimpan sumber air bersih. Contoh daerah kering ialah Gurun Sahara, Gurun Arab, dan Gurun Gobi yang membentang dari Pantai Atlantik di Afrika hingga ke Asia Tenggara. Gurun-gurun tersebut sangat kering dan gersang, air merupakan sesuatu yang sangat langka di kawasan tersebut. Wilayah gurun memiliki curah hujan sedikit, kurang dari 250 mm per tahun, dengan tingkat penguapan sangat tinggi. Air tanahnya pun cenderung asin karena adanya pelarutan garam yang sangat aktif. Dengan kondisi demikian, sulit untuk dapat bertahan hidup di daerah gurun. Kesulitan memperoleh sumber air bersih inilah yang menyebabkan daerah gurun sulit berkembang.
Sepuluh tempat paling kering di dunia.
1. Aoulef, Aljazair.
2. Pelican Point, Namibia.
3. Iquique, Chili.
4. Wadi Halfa, Sudan.
5. Ica, Peru.
6. Luxor, Mesir.
7. Aswan, Mesir.
8. Al-Kufrah, Libya.
9. Arica, Chili.
10. Dry Valleys, Antartika.
Post a Comment
Post a Comment