Ad Unit (Iklan) BIG

Geografi: Konsep Wilayah dan Tata Ruang

Post a Comment

A. Konsep Wilayah dan Tata Ruang

1. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional.

2. Ada beberapa pengertian wilayah menurut para ahli. Pengertian wilayah itu antara lain sebagai berikut.

a. Menurut M. M. Fenneman, wilayah merupakan daerah tertentu yang seluruhnya dicirikan oleh fitur permukaan yang serupa atau terkait erat, serta dapat dibedakan dengan daerah sekitar.

b. Menurut A. J. Herbertson, wilayah merupakan suatu kompleks tanah, air, udara, tumbuhan, hewan, dan manusia yang dilihat memiliki hubungan khusus dalam membentuk bagian permukaan bumi yang pasti dan khas.

c. Menurut B. A. Botkin, wilayah merupakan istilah geografi yang mengacu pada tipe lingkungan dimana unsur-unsur geografis dikombinasikan dalam hubungan tertentu yang pasti dan konstan.

d. Menurut Stuart Chase, wilayah dapat didefinisikan sebagai daerah dimana alam melakukan tindakan yang secara umum sama.

e. Menurut Richard Hartshorne, wilayah adalah lahan di lokasi tertentu yang agak berbeda dari lahan-lahan yang lain dan membentang sejauh pembedaan itu ada.

f. Menurut Bintarto dan Hadisumarno, wilayah merupakan permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah di sekitarnya.

g. Menurut Rustiadi, dkk., wilayah merupakan suatu unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu. Komponen-komponen wilayah tersebut saling berinteraksi satu sama lain secara fungsional. Batasan wilayah tersebut bersifat dinamis (berubah-ubah).

h. Menurut Murty, wilayah merupakan suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten), dan perdesaan.

3. Unsur-unsur wilayah antara lain sebagai berikut.

a. Mempunyai ciri dan luas tertentu.

b. Berbeda dengan daerah yang lain.

c. Dapat ditentukan berdasarkan aspek administratif atau fungsional.

4. Menurut konsep pembagian wilayah yang paling klasik, ada tiga kategori wilayah. Ketiga kategori wilayah itu adalah sebagai berikut.

a. Wilayah homogen (uniform atau homogeneous region) adalah wilayah dimana populasinya memiliki karakteristik yang khas. Wilayah homogen didasarkan pada kriteria seperti karakteristik geografis fisik atau karakteristik populasi lokal, seperti bahasa, pendapatan, politik atau agama. Wilayah homogen menjadi wilayah formal ketika berada dalam satu wilayah administratif yang sama.

b. Wilayah fungsional (nodal region) yang menekankan keterkaitan antarkomponen atau lokasi. Contoh wilayah fungsional adalah daerah metropolitan yang terdiri dari kota besar dan banyak kota kecil atau satelit yang mengelilinginya.

c. Wilayah vernakular (vernacular region) atau wilayah perseptual yaitu wilayah yang ada di dalam pikiran sejumlah besar orang. Wilayah vernakular memiliki identitas unik karena persepsi orang tentang wilayah tersebut. Misalnya, Bogor kota hujan, Pekalongan kota batik, dan Banda Aceh kota Serambi Mekkah.

5. Menurut Rustiadi, wilayah dapat dikategorikan dalam wilayah-wilayah berikut.

a. Konsep wilayah homogen yang didasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen. Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek homogenitas (kesamaan) dalam kelompok. Homogenitas wilayah dapat disebabkan oleh faktor alamiah, seperti kemampuan topografi dan iklim dan faktor artifisial yang mencakup faktor-faktor sosial, seperti budaya, perilaku sosial, dan tingkat pendapatan.

b. Wilayah fungsional merupakan konsep wilayah sebagai suatu sistem yang menekankan perbedaan dua komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Konsep wilayah sistem/ fungsional terdiri dari dua hal berikut.

1) Konsep wilayah sistem sederhana (dikotomis) yang mengacu pada wilayah yang bertumpu pada sistem ketergantungan antara inti (pusat wilayah) dan daerah satelit.

2) Konsep wilayah sistem kompleks (non dikotomis) yang menggambarkan interaksi lebih dari 2 bagian wilayah sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen-komponen bersifat kompleks.

c. Wilayah Perencanaan/ Pengelolaan (Planning Region atau Programming Region) yang dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan nasional. Wilayah perencanaan mencakup wilayah perencanaan khusus, seperti Kapet atau Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu dan wilayah administrasi politik, seperti negara, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan kelurahan (desa).

6. Pewilayahan atau regionalisasi merupakan upaya untuk membagi-bagi permukaan bumi berdasarkan karakteristik tertentu yang membedakan wilayah itu dengan wilayah-wilayah yang lain. Manfaat pewilayahan antara lain dapat menyederhanakan informasi tentang suatu gejala atau fenomena permukaan bumi yang beragam, dapat menyusun secara teratur keanekaragaman permukaan bumi dan dapat memantau perubahan-perubahan yang terjadi baik gejala alam maupun manusia.

7. Untuk melaksanakan pewilayahan, ada tiga metode yang dapat digunakan. Ketiga metode itu adalah sebagai berikut.

a. Generalisasi wilayah dengan mengubah atau menghilangkan faktor-faktor tertentu yang dianggap kurang penting sehingga terbentuk wilayah homogen atau wilayah formal dengan parameter tertentu.

b. Delimitasi adalah cara penentuan batas terluar suatu wilayah dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Delimitasi dengan cara kualitatif merupakan penentuan batas terluar suatu wilayah atas dasar kenampakan-kenampakan yang dominan pada suatu tempat dengan bantuan interpretasi foto udara dan citra satelit. Delimitasi dengan cara kuantitatif dari data yang terkumpul.

c. Klasifikasi wilayah sebagai upaya pengelompokkan wilayah secara sistematis ke dalam kelompok-kelompok wilayah tertentu berdasarkan keseragaman sifat semua individu dalam wilayah tersebut.

8. Klasifikasi wilayah dapat didasarkan pada topik. Berdasarkan topik ada lima kategori besar berikut.

a. Single topic region atau wilayah bertopik tunggal, yakni pewilayahan yang didasarkan pada satu macam unsur saja, seperti curah hujan.

b. Combined topic region atau wilayah bertopik gabungan beberapa unsur yang masih satu topik, seperti curah hujan, temperatur, dan tekanan udara.

c. Multiple topic region atau wilayah bertopik banyak, yakni pewilayahan yang didasarkan pada beberapa topik berbeda tapi masih yang membutuhkan data tentang iklim, keadaan tanah, geomorfologi, dan data penting lainnya.

d. Total region atau wilayah total, yakni wilayah yang didasarkan pada semua unsur dalam suatu wilayah. Wilayah administrasi desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi.

e. Compage, yakni pewilayahan berdasarkan aktivitas manusia yang paling menonjol. Misalnya, wilayah miskin dan wilayah bencana.

9. Proses pewilayahan dapat dilakukan berdasarkan hal-hal berikut.

a. Homogenitas (keseragaman). Dengan kriteria ini, kita dapat menemukan wilayah yang dicirikan keseragaman atau homogenitas tertentu, seperti wilayah hutan hujan tropis dan wilayah pertanian. Berdasarkan keseragaman, kita menentukan pewilayahan wilayah formal. Jika berdasarkan lebih dari satu kriteria atau variabel, batas-batas wilayah formal dapat diperoleh dengan menggunakan metode nilai bobot indeks.

b. Hubungan antara titik-titik pertumbuhan pada unit-unit wilayah dan titik pusat. Proses perwilayahan seperti ini disebut dengan proses pewilayahan wilayah fungsional. Untuk menentukan perwilayahan wilayah fungsional, kita dapat menggunakan pendekatan analisis aliran barang/ orang dan analisis gravitasi.

1) Analisis aliran barang/ orang melihat wilayah fungsional atas dasar arah dan intensitas aliran barang/ orang antara titik pusat dan wilayah sekitarnya. Biasanya intensitas aliran barang/ orang antara titik pusat dan wilayah terdekat lebih tinggi daripada intensitas aliran barang/ orang antara titik pusat dan wilayah terjauh.

2) Analisis gravitasi menyatakan bahwa interaksi antara dua titik geografis atau wilayah berhubungan langsung dengan 'massa' mereka, seperti populasi, pekerjaan, pendapatan, dan perputaran ritel dan berbanding terbalik dengan 'jarak' seperti jarak perjalanan, jarak penerbangan, dan jarak tempuh. Begitu massa dan jarak ditetapkan, gaya gravitasi antara dua pusat wilayah dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

G1-2 = k (M1.X.M2/ (d1.d2)2)

Dimana G 1-2 merupakan gaya gravitasi (kekuatan interaksi) antara wilayah 1 dan 2. M1 dan M2 mewakili massa wilayah 1 dan 2, d adalah jarak antara keduanya, dan k adalah angka konstanta empiris dengan nilai 1.

10. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia, dan makhluk hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya.

11. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan lima hal, yaitu sistem, fungsi utama kawasan, kegiatan kawasan, nilai strategis kawasan dan wilayah administratif. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sementara itu, pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perancangan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang. Tujuan utamanya adalah perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih duniawi.


B. Pembangunan Wilayah dan Pertumbuhan Wilayah

1. Menurut UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

2. Perencanaan pembangunan wilayah sebagai salah satu alternatif pelaksanaan pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Makna pembangunan memiliki arti sebuah proses, cara atau perbuatan yang berkaitan dengan perubahan.

3. Ada dua makna pembangunan baik secara umum maupun wilayah. Pertama, makna fisik yang mencakup pembangunan fisik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, seperti pembangunan jalan, pabrik, serta kemampuan konsumsi masyarakat. Kedua, makna non fisik, seperti perubahan pola pikir yang positif yang mencakup perubahan perilaku, budaya, dan kelembagaan dalam masyarakat.

4. Salah satu teori yang mendasari perlunya pembangunan berbasis wilayah adalah teori lokasi. Teori lokasi terbentuk karena letak dan persebaran sumber daya dipengaruhi oleh posisi geografi yang unik. Pada prinsipnya, teori lokasi menekankan penataan lokasi seluruh kegiatan ekonomi dalam suatu ruang agar seluruh ruang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.

5. Ada teori yang terkait dengan wilayah diantaranya adalah teori lokasi pertanian, teori tempat sentral (central place theory), teori kerucut permintaan, teori kutub pertumbuhan, dan teori kutub pembangunan.

6. Johann Heinrich Von Thunen menjadi penggagas teori lokasi pertanian. Teori ini menjelaskan hubungan ekonomi terhadap jarak yang didasarkan pada observasinya, dimana petani yang berada di lokasi jauh dari pusat perdagangan atau kota harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Ini berdampak dengan semakin tingginya biaya transportasi yang dibutuhkan serta resiko rusaknya hasil pertanian.

7. Alferd Weber sebagai penggagas teori lokasi industri. Menurut Weber, prinsip minimalisasi biaya menjadi dasar pemilihan lokasi industri. Ada dua faktor utama penentu lokasi industri, yakni faktor regional dan faktor aglomerasi/ deglomerasi. Berdasarkan faktor aglomerasi yang ideal jarak lokasi industri dengan pasar dan lokasi sumber daya hendaknya sama.

8. Walter Christaller menggagas teori tempat sentral (Central Place Theory). Tempat sentral merupakan lokasi yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk lokasi yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk dan terletak pada suatu tempat yang terpusat (sentral). Ada dua konsep dasar dalam teori tempat sentral, yaitu jangkauan atau jarak yang harus ditempuh seseorang untuk mendapatkan barang kebutuhannya dan ambang, atau jumlah populasi penduduk minimum yang dibutuhkan agar persediaan barang dan jasa dapat berjalan lancar dan seimbang. Ada tiga jenis hierarki tempat sentral dengan daerah yang dipengaruhinya. Ketiga hierarki itu adalah sebagai berikut.

a. Hierarki K=3 dengan prinsip pemasaran (marketing principle).

b. Hierarki K=4 dengan prinsip transportasi (the transportation principle).

c. Hierarki K-7 dengan prinsip administrasi (the administrative principle).

9. Menurut Losch, suatu industri memiliki lokasi yang optimal jika industri itu dapat menguasai wilayah pemasaran yang luas. Sehingga menurut Losch, lokasi industri tidak perlu terletak di area dengan biaya industri yang minimum tetapi terletak di area dimana keuntungan dari total produksi menjadi maksimum. Teori ini dikenal dengan Teori Kerucut Permintaan yang dipublikasikan tahun 1954.

10. Francois Perroux menggagas teori kutub pertumbuhan. Menurut Perroux, pertumbuhan hanya terjadi di lokasi-lokasi tertentu karena adanya pengembangan industri di wilayah itu. Untuk alasan ini, ilmuwan seperti pakar ekonomi dan sosiologi Swedia Gunnar Myrdal (1898-1987) menyarankan perlu ada intervensi pemerintah untuk memastikan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya terpusat di beberapa tempat saja, tetapi kutub-kutub pertumbuhan tersebut tumbuh hingga daerah-daerah terpencil. Karakteristik utama suatu pertumbuhan adalah adanya kegiatan ekonomi terkonsentrasi di pusat pertumbuhan. Kegiatan ekonomi itu mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan memiliki keterkaitan input dan output yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi. Selain itu, adanya sebuah industri induk yang mendorong pengembangan kegiatan ekonomi pada kutub pertumbuhan tersebut. Industri induk dapat berfungsi sebagai industri hulu atau industri hilir.

11. Jacques Boudeville menggagas teori kutub pembangunan. Boundeville berpendapat bahwa tata ruang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari tata ruang geografis. Boundeville mendefinisikan kutub pembangunan sebagai pusat industri yang menciptakan kemakmuran dan pasar untuk wilayah satelit mereka. Menurutnya, serangkaian industri yang berkembang di daerah perkotaan dan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi di seluruh zona pengaruhnya menjadi kutub pembangunan regional.

12. Ada berbagai konsep pembangunan wilayah yang berkembang dan diterapkan di Indonesia. Menurut Bappenas, konsep-konsep itu antara lain sebagai berikut.

a. Konsep pengembangan wilayah berbasis penataan ruang yang diimplementasikan dalam bentuk penyusunan penataan ruang nasional yang dirinci dalam wilayah provinsi dan kabupaten.

b. Konsep pengembangan wilayah berbasis karakter sumber daya dengan berbagai pendekatan diantaranya pengembangan wilayah berbasis sumber daya, komoditas unggulan, efisiensi, dan berbasis pelaku pembangunan.

c. Konsep pengembangan wilayah terpadu yang menekankan kerjasama antarsektor untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah tertinggal.

d. Konsep pengembangan wilayah berdasarkan klaster. Konsep ini mengacu pada konsentrasi dari suatu kelompok kerjasama bisnis atau unit-unit usaha dan lembaga-lembaga, yang bersaing, bekerjasama, dan saling tergantung satu sama lain, terkonsentrasi dalam satu wilayah tertentu, dalam bidang aspek unggulan tertentu.

13. Menurut Blakely, ada empat faktor penentu perkembangan kemajuan pembangunan suatu wilayah. Keempat faktor itu adalah besarnya kesempatan kerja yang ada, basis pembangunan daerah, adanya aset lokasi berupa keunggulan kompetitif daerah dan sumber daya pengetahuan sebagai dasar pendorong perekonomian (Knowledge Base Development).

14. Ada beberapa faktor geografi yang digunakan untuk mempertimbangkan pembangunan wilayah. Faktor-faktor itu adalah faktor topografi, faktor klimatologi, faktor hidrografi, faktor sumber daya hayati dan faktor demografi atau sumber daya manusia.

15. Menurut Hoover dan Giarratani, ada tiga aspek utama pembangunan wilayah yaitu adanya faktor-faktor produksi yang bersifat lokasional, kecenderungan aktivitas kegiatan usaha dalam melakukan pemusatan kegiatan ekonomi secara spasial (aglomerasi) di suatu lokasi tertentu, dan distribusi barang dan jasa antarwilayah yang tidak mungkin terjadi secara sempurna.

16. Daya dukung wilayah (carrying capacity) didefinisikan sebagai daya tampung maksimum lingkungan untuk diberdayakan oleh manusia. Model yang dapat menerangkan mengenai daya dukung wilayah adalah model pertumbuhan logistik. Di awal pertumbuhan wilayah, pertumbuhan populasi terus meningkat (model pertumbuhan exponensial) hingga di satu titik ketika sumber daya tidak dapat memenuhi kebutuhan, pertumbuhan populasi melambat atau bahkan berhenti.

17. Seiring perkembangan, daya dukung wilayah tidak hanya mengenai jumlah sumber daya, tetapi kemampuan untuk mendukung penyelenggaraan hak asasi yang sama untuk semua manusia, keberagaman budaya dan biodiversitas yang terjaga serta perkembangan intelektual, kreativitas seni, dan teknologi.

18. Daya dukung lahan pertanian adalah kemampuan lahan untuk menghasilkan tanaman pangan agar manusia dapat hidup layak. Menurut Odum, dkk., konsep daya dukung lahan pertanian dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kondisi fisik suatu wilayah. Kondisi sosial mencakup jumlah penduduk dan kebutuhan fisik minimum (kebutuhan pangan per kapita pertahun). Sementara itu, kondisi fisik wilayah mencakup luas lahan panen dan produktivitas lahan. Untuk menghitung daya dukung lahan pertanian, rumus berikut dapat digunakan.

Ï„ = (Lp/Pd)/(KFM/Pr)

Ï„ = Daya dukung lahan pertanian

Lp = Luas lahan panen (ha)

Pd = Jumlah penduduk (jiwa)

KFM = Kebutuhan fisik minimum (kg/ kapita/ tahun)

Pr = Produksi lahan rata-rata per hektar (kg/ ha)

Berdasarkan rumusan ini, daya dukung lahan pertanian dapat dikelompokkan dalam tiga klasifikasi berikut.

a. Jika nilai Ï„ > 1, daya dukung lahan pertaniannya tinggi. Nilai ini menjadi indikator bahwa hasil produksi padi pada satuan lahan dapat mencukupi kebutuhan pangan penduduk.

b. Jika nilai Ï„ = 1, daya dukung lahan pertaniannya optimal. Nilai ini menjadi indikator bahwa terjadi keseimbangan antara kebutuhan pangan penduduk dan kemampuan wilayah dalam memproduksi padi.

c. Jika nilai Ï„ < 1, daya dukung lahan pertaniannya rendah. Nilai ini menjadi indikator bahwa hasil produksi padi pada satuan lahan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan penduduk.

19. Dalam pengembangan kawasan permukiman, perlu diperhatikan keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup. Untuk itu, perlu ada klasifikasi kawasan berdasarkan perbedaan karakteristik fisik kawasan yang diakibatkan oleh perbedaan intensitas dan kepadatan wilayah. Atas dasar klasifikasi ini ada tujuh zona yang berbeda. Ketujuh zona itu adalah zona lindung, zona pedesaan, zona pinggiran kota, zona perkotaan, zona pusat kota, zona pusat kota metropolitan, dan zona. Preservasi kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan lahan permukiman yang dapat menampung jumlah penduduk tertentu untuk bertempat tinggal secara layak disebut dengan istilah daya dukung wilayah untuk permukiman. Daya dukung wilayah untuk permukiman dapat dihitung dengan rumus seperti berikut.

DDPm = (LPm/JP)/ α

DDPm = Daya dukung pemukiman

LPm = Luas lahan yang layak untuk pemukiman (m2)

JP = Jumlah penduduk

α = Koefisien luas kebutuhan ruang per kapita (m2/ kapita)

Luas lahan yang layak untuk permukiman dapat diketahui dengan rumus berikut.

LPm = LW - (LKL+LKRB)

LPm = Luas lahan yang layak untuk pemukiman

LW = Luas wilayah

LKL = Luas kawasan lindung

LKRB = Luas kawasan rawan bencana

Berdasarkan rumusan ini, daya dukung wilayah untuk pemukiman dapat dikelompokkan dalam tiga klasifikasi berikut.

a. Jika DDPm > 1, daya dukung lahan pemukimannya tinggi. Nilai ini menjadi indikator bahwa wilayah itu memiliki kemampuan untuk permukiman penduduk.

b. Jika DDPm = 1, daya dukung wilayah untuk pemukiman optimal. Nilai ini menjadi indikator bahwa terjadi keseimbangan antara kebutuhan untuk bermukim dan kemampuan wilayah untuk permukiman penduduk.

c. Jika DDPm < 1, daya dukung wilayah untuk pemukiman rendah. Nilai ini menjadi indikator bahwa wilayah tidak mampu untuk permukiman penduduk. 

20. Klasifikasi kawasan berdasarkan lokasi geografis daerah perdesaan-perkotaan dikategorikan ke dalam 7 (tujuh) zona berikut.

a. Zona lindung merupakan wilayah yang ditetapkan  dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang merupakan wilayah tidak sesuai untuk permukiman karena kondisi kelerengan, hidrologi, flora, fauna maupun budaya yang memerlukan perlindungan wilayah yang sangat ketat. Zona lindung memiliki kepadatan 0 jiwa/ ha dan jumlah rumah 0 unit/ ha.

b. Zona perdesaan merupakan wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, yang dapat berupa wilayah persawahan, perkebunan, pegunungan, di sekitar kawasan lindung, dan wilayah lainnya yang dicirikan dengan dominasi lingkungan alamiah, serta pertumbuhan permukiman yang cukup lambat. Zona perdesaan memiliki kepadatan lebih kecil dari 50 jiwa/ ha dan jumlah rumah paling banyak 15 unit/ ha.

c. Zona pinggiran kota merupakan wilayah perbatasan kota dengan desa yang memperlihatkan dimulainya pertumbuhan permukiman secara cukup signifikan. Zona pinggiran kota memiliki kepadatan antara 51 sampai dengan 100 jiwa/ ha dan jumlah rumah paling banyak 25 unit/ ha.

d. Zona perkotaan merupakan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan pelayanan ekonomi. Zona perkotaan memiliki kepadatan antara 101 sampai 300 jiwa/ ha dan jumlah rumah paling banyak 75 unit/ ha.

e. Zona pusat kota merupakan wilayah perkotaan inti dengan kepadatan penduduk tinggi, yang mempunyai keterkaitan fungsional dengan wilayah di sekitarnya melalui sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi. Zona pusat kota memiliki kepadatan antara 301 sampai dengan 500 jiwa/ ha dan jumlah rumah paling banyak 125 unit/ ha.

f. Zona pusat kota metropolitan merupakan wilayah perkotaan inti dengan kepadatan penduduk sangat tinggi, dan secara regional merupakan pusat pertumbuhan wilayah yang terintegrasi dengan pusat-pusat kota di sekitarnya, serta merupakan pusat kota yang mempunyai peran besar dalam perekonomian negara. Zona pusat metro memiliki kepadatan lebih besar dari 501 jiwa/ ha dan jumlah rumah paling banyak 300 unit/ ha.

g. Zona preservasi merupakan wilayah yang memiliki makna historis maupun kultural yang mendukung struktur sejarah kota sehingga memerlukan upaya proteksi yang ketat terhadap lingkungan yang ada. Zona preservasi memiliki kepadatan dan jumlah rumah/ ha sesuai dengan ketentuan yang berlaku daerah masing-masing.

21. Daya dukung fungsi lindung merupakan kemampuan suatu wilayah dengan berbagai aktivitas penggunaan lahan di wilayah tersebut untuk menjaga keseimbangan ekosistem (kawasan lindung) pada suatu luasan wilayah tersebut. Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/ penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

DDL = (ΣLgl1 . α1 + Lgl2 . α2 + Lgl3 . α3 + ...+ Lgln . αn)/ LW

DDL = Daya dukung fungsi lindung

Lgln = Luas guna lahan jenis n (ha)

αn = Koefisien lindung untuk guna lahan n

LW = Luasan wilayah (ha)

Nilai daya dukung fungsi lindung berkisar antara 0-1 dengan kualifikasi sebagai berikut.

a. Jika nilai DDL berkisar antara 0-0,20, maka daya dukung fungsi lindungnya sangat rusak.

b. Jika nilai DDL berkisar antara 0,20-0,40, maka daya dukung fungsi lindungnya sedang.

c. Jka nilai DDL berkisar antara 0,40-0,60, maka daya dukung fungsi lindungnya sangat rusak.

d. Jika nilai DDL berkisar antara 0,60-0,80, maka daya dukung fungsi lindungnya baik.

e. Jika nilai DDL berkisar antara 0,80-1, maka daya dukung fungsi lindungnya sangat baik.

22. Daya Dukung Ekonomi (DDE) adalah kemampuan perekonomian suatu wilayah dalam mendukung konsumsi penduduk di wilayah tersebut. Besarnya daya dukung ekonomi suatu wilayah dapat dilihat dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

DDE = PDRBtot/(JP . K)

DDE = Daya dukung ekonomi wilayah

PDRBtot = Produk Domestik Regional Bruto (Rp)

JP = Jumlah penduduk (jiwa)

K = Konsumsi penduduk perkapita (Rp)

Daya dukung ekonomi suatu wilayah dapat dikelompokkan dengan kualifikasi sebagai berikut.

a. Jika nilai DDE > 1, maka potensi ekonomi wilayah mampu mendukung kebutuhan dan konsumsi penduduk.

b. Jika nilai DDE = 1, maka potensi ekonomi wilayah seimbang dengan kebutuhan dan konsumsi penduduk.

c. Jika nilai DDE < 1, maka potensi ekonomi wilayah tidak mampu mendukung kebutuhan dan konsumsi penduduk.

23. Daya dukung ekologi merupakan tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasi oleh suatu wilayah sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis. Daya dukung ekologis dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

DDE  = BK/ JE

DDE = Daya Dukung Ekologis

BK = Biokapasitas (ha/ orang). Biokapasitas adalah kemampuan ekosistem menyediakan dan memproduksi bahan alami serta menyerap materi limbah manusia.

JE = Jejak ekologis. Jejak ekologis adalah suatu besaran daerah imajiner yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya dan membuang atau mengasimilasi limbah yang dihasilkannya.

Daya dukung ekologis suatu wilayah dapat dikelompokkan dengan kualifikasi sebagai berikut.

a. Jika nilai DDE > 1, ekosistem di wilayah itu mampu mendukung penduduk yang berdiam di dalamnya (ecological debt). Ekosistem di wilayah itu mengalami surplus.

b. Jika nilai DDE < 1, ekosistem di wilayah itu tidak mampu mendukung penduduk yang berdiam di dalamnya (ecological deficit). Ekosistem di wilayah itu mengalami overshoot dimana jejak ekologis mengalami biokapasitas.

24. Tujuan pembangunan wilayah menurut Bagdja Muljarijadi antar lain sebagai berikut.

a. Membentuk "institusi" baru yang mendukung perekonomian daerah.

b. Mengembangkan industri alternatif.

c. Meningkatkan kapasitas pekerja untuk menghasilkan produk yang lebih baik.

d. Mencari pasar yang lebih luas.

e. Ada transfer teknologi.

f. Membuka peluang investasi bagi para pengusaha.

25. Menurut Nugroho dan Dahuri, tujuan pelaksanaan pembangunan wilayah antara lain sebagai berikut.

a. Memberi perlindungan sosial dan ekonomi bagi keadaan sebagai akibat dari kemiskinan dan ketimpangan; serta sumber daya alam yang mengalami tekanan.

b. Menyediakan media bagi beroperasinya mekanisme pasar secara efisien dan adil serta memperbaiki kualitas aliran beragam sumber daya secara keseluruhan (sustainable)

c. Menyediakan perangkat bagi aspek perencanaan pembangunan.

d. Membangun sistem kelembagaan untuk memperbaiki dan menyempurnakan pembangunan.

26. Menurut Rancangan Awal RPJMN 2015-2019, isu utama pembangunan wilayah nasional adalah masih besarnya kesenjangan antarwilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Itulah sebabnya arah kebijakan utama pembangunan wilayah nasional difokuskan untuk mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah.

27. Ada 7 (tujuh) wilayah pembangunan di Indonesia yang didasarkan pada potensi dan keunggulan daerah, serta lokasi geografis yang strategis di masing-masing wilayah. Adapun tema pengembangan wilayah di setiap wilayah adalah sebagai berikut.

a. Pembangunan Wilayah Pulau Papua sebagai "lumbung pangan melalui pengembangan industri berbasis komoditas tanaman pangan serta pengembangan peternakan dan tanaman nonpangan; percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan pariwisata bahari; serta lumbung energi di Kawasan Timur Indonesia melalui pengembangan minyak, gas bumi, dan tembaga".

b. Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai "produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri berbasis komoditas perikanan; serta pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga".

c. Pembangunan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara sebagai "pintu gerbang pariwisata ekologis; penompang pangan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) pengembangan industri berbasis peternakan; serta pengembangan industri mangan dan tembaga".

d. Pembangunan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai "salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia dengan pengembangan industri berbasis logistik; serta lumbung pangan nasional dengan pengembangan industri berbasis kakao, padi, jagung; dan pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, dan bijih besi; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan dan pariwisata bahari".

e. Pembangunan Wilayah Pulau Kalimantan sebagai "salah satu paru-paru dunia dengan mempertahankan luasan hutan Kalimantan; dan lumbung energi nasional dengan pengembangan hilirisasi komoditas batu bara; serta pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon, dan pasir kuarsa, serta pengembangan food estate".

f. Pembangunan Wilayah Pulau Jawa-Bali sebagai "lumbung pangan nasional dan pendorong sektor industri dan jasa nasional dengan pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, otomotif, alutsista, telematika kimia, alumina, dan besi baja; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia dengan pengembangan ekonomi kreatif; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perkapalan dan pariwisata bahari".

g. Pembangunan Wilayah Pulau Sumatera sebagai "salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan lumbung energi nasional, diarahkan untuk pengembangan hilirisasi komoditas batu bara, serta industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin".

28. Pembangunan berkelanjutan diasumsikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Istilah ini diperkenalkan oleh Komisi Lingkungan dan Pembangunan Dunia (The World Commission on Environment and Development (WCED)) pada tahun 1987. Komisi ini menganggap pembangunan berkelanjutan sebagai pilihan untuk meminimalkan risiko penciptaan masalah baru atau memperburuk masalah yang sudah ada.

29. Pertumbuhan wilayah dapat didefinisikan sebagai laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Pusat pertumbuhan merupakan wilayah yang pertumbuhannya sangat pesat. Dari pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan pertumbuhan akan menyebar ke wilayah-wilayah yang lain.

30. Teori pertumbuhan wilayah fokus pada aspek keruangan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan wilayah. Ada beberapa teori pertumbuhan wilayah. Teori-teori itu antara lain sebagai berikut.

a. Teori Basis Sumber Daya Alam (Natural Resources Endowment Theory) yang digagas oleh Harvey S. Perloff dan Lowdon Wingo, Jr. Teori ini berpendapat bahwa pertumbuhan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya alam dan permintaan akan komoditas yang dihasilkan dari sumber daya alam tersebut.

b. Teori Basis Ekspor (Export Based Theory atau Economic Based Theory) yang digagas oleh Dauglass C. North. Menurut teori ini, laju pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh peningkatan ekspor wilayah tersebut.

c. Teori pertumbuhan wilayah neoklasik yang antara lain dikembangkan oleh George Borts, Howard Stein, Calvin Siebert, dan Dale Jorgensen. Menurut teori ini, pertumbuhan wilayah bergantung pada faktor tenaga kerja, modal (investasi), dan kemajuan teknologi. Kecepatan pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan ketiga faktor tersebut. Ketiga faktor ini dapat meningkatkan produktivitas.

d. Teori Ketidakseimbangan Pertumbuhan Wilayah (Unbalanced Growth Theory) yang digagas oleh Gunnar Myrdal. Teori ini berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dapat menyebabkan kesenjangan ekonomi. Teori ini didasarkan pada hubungan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang yang cenderung meningkatkan pendapatan perkapita negara maju dan menyebabkan kemiskinan di negara berkembang. Myrdall mengemukakan adanya dua efek dari pembangunan wilayah, yaitu Efek Balik dan Efek Sebar. Efek Balik adalah dampak buruk yang terjadi ketika terjadi perpindahan modal, tenaga kerja, dan aktivitas ekonomi menuju wilayah dengan kondisi ekonomi berkembang. Efek Sebar adalah dampak baik yang terbentuk di sekitar wilayah dengan kondisi ekonomi berkembang akibat dampak momentum pembangunan ekonomi di pusat pertumbuhan.

e. Teori Baru Pertumbuhan Wilayah yang digagas oleh Paul M. Romer dan Robert Lucas. Menurut teori ini, pertumbuhan wilayah berasal dari faktor endogen, seperti modal fisik, sumber daya manusia, teknologi, dan inovasi. Lebih lanjut teori ini berpendapat bahwa kemajuan teknologi yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas serta inovasi berbasis riset dan pengembangan menjadi penyebab dan akibat dari pertumbuhan wilayah. Untuk itu, perlu ada pengembangan sumber daya manusia, riset, dan pengembangan yang menjadi modal utama dalam pertumbuhan ekonomi.

31. Ada banyak faktor yang memengaruhi pertumbuhan suatu wilayah, diantaranya kondisi geografi dan sumber daya alam, tenaga kerja, modal, baik modal fisik dan modal sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi.

32. Dalam proses pertumbuhan wilayah, menurut Boundeville, ada sekelompok industri pendorong mengelompok di suatu ruang geografis atau kutub pembangunan dan pendorong mengelompok di suatu ruang geografis atau kutub pembangunan dan mendorong pengembangan kegiatan ekonomi di seluruh wilayah pengaruh. Boundeville mendefinisikan kutub pembangunan sebagai pusat industri yang menciptakan kemakmuran dan pasar untuk wilayah satelit mereka.

33. Suatu wilayah disebut sebagai pusat pertumbuhan jika terdapat berbagai kegiatan ekonomi yang mendorong pertumbuhan satu sama lain, ada unsur pengganda (multiplier effect) yang diciptakan oleh sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung serta terjadi konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas yang menyebabkan efisiensi biaya dan meningkatkan daya tarik pusat pertumbuhan dan mampu mendorong pertumbuhan daerah sekitarnya untuk dapat berkembang.

34. Perubahan yang terjadi pada pusat pertumbuhan umumnya berupa perubahan ekonomi dan perubahan sosial budaya, baik untuk wilayah pusat pertumbuhan maupun wilayah sekitarnya. Aktivitas ekonomi tersebut kemudian memunculkan fasilitas ekonomi, seperti pabrik, bank, dan perkantoran sehingga menciptakan lapangan pekerjaan yang kemudian meningkatkan pendapatan perkapita. Meningkatnya jumlah penduduk akibat mobilisasi juga berdampak pada perubahan sosial budaya masyarakat. Dampak lainnya adalah terjadinya pertukaran informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang dapat mempercepat pertumbuhan wilayah sehingga pemerataan pembangunan juga dapat diwujudkan.

35. Ada beberapa ciri pusat pertumbuhan, diantaranya sebagai berikut.

a. Ada ketertarikan antara berbagai kegiatan ekonomi yang mendorong pertumbuhan satu sama lain.

b. Ada unsur pengganda (multiplier effect) yang diciptakan oleh sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung.

c. Ada konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas yang menyebabkan efisiensi biaya dan meningkatkan daya tarik pusat pertumbuhan.

d. Mendorong pertumbuhan daerah terbelakangnya untuk dapat mengembangkan dirinya.

36. Dalam praktiknya, pusat-pusat pertumbuhan juga mempunyai pengaruh terhadap wilayah-wilayah yang ada di sekitar pusat-pusat pertumbuhan. Pengaruhnya antara lain sebagai berikut.

a. Menjadi pusat sumber daya alam dan sumber daya manusia.

b. Mengkoordinasikan sumber daya yang tersebar di sekitarnya.

c. Menjadi inti pengembangan sumber daya yang ada di wilayah sekitarnya.

d. Meningkatkan pendapatan perkapita penduduk di wilayah sekitarnya.

e.Menyediakan berbagai fasilitas ekonomi, seperti pabrik, bank, dan pasar.

f. Menyediakan lapangan pekerjaan.

g. Memungkinkan terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya.

h. Menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai sosial.

37. Secara hierarkis, pada skala regional, ada tiga orde pusat pertumbuhan. Ketiga orde pusat pertumbuhan itu adalah sebagai berikut.

a. Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu yang dapat mendorong pusat pertumbuhan yang ada di bawahnya.

b. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua) adalah pusat dari subwilayah yang kerap dibentuk untuk mengembangkan subwilayah yang jauh dari pusat utamanya.

c. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga) menjadi titik pertumbuhan bagi wilayah pengaruhnya untuk menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap wilayah pengaruh yang dipengaruhinya.

38. Penetapan kawasan strategi nasional dilakukan berdasarkan kepentingan berikut.

a. Pertahanan dan keamanan

b. Pertumbuhan ekonomi

c. Sosial dan budaya

d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

e. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

 

C. Perencanaan Tata Ruang Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota

1. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan berciri Nusantara yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila.

2. Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas-asas, seperti keterpaduan, keserasan, keselarasan, dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, serta akuntabilitas.

3. Penyelenggaraan penataan ruang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan tujuan memiliki ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

4. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang dibedakan menurut wilayah administrasi pemerintahan karena kewenangan mengatur pemanfaatan ruang dibagi sesuai dengan pembagian administrasi pemerintahan. Rencana umum tata ruang secara hierarki terdiri atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

5. Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang diatur dengan Peraturan Menteri. Rencana rinci tata ruang terdiri rencana tata ruang pulau/ kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan rencana detail tata ruang kabupaten/ kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/ kota.

6. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan sehingga tercipta keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan. Selain itu, bertujuan juga agar terbentuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota termasuk pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Penataan tata ruang wilayah nasional meliputi hal berikut.

a. Rencana struktur ruang wilayah nasional yang mencakup sistem perkotaan nasional dan pusat kegiatan strategis nasional (PKSN), sistem jaringan transportasi nasional, sistem jaringan energi nasional, sistem jaringan telekomunikasi nasional, dan sistem jaringan sumber daya air.

b. Rencana pola ruang wilayah nasional, terdiri atas kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional.

8. Sistem perkotaan nasional terdiri atas hal-hal berikut.

a. Pusat kegiatan nasional (PKN), yakni kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

b. Kawasan metropolitan, yakni kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut.

1) Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa.

2) Terdiri atas satu kawasan perkotaan inti dan beberapa kawasan perkotaan di sekitarnya yang membentuk satu kesatuan pusat perkotaan.

3) Terdapat ketertarikan fungsi antarkawasan perkotaan dalam satu sistem metropolitan.

c. Kawasan perkotaan besar, yakni kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu).

d. Kawasan perkotaan sedang, yakni kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.

e. Kawasan perkotaan kecil, yakni kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk lebih dari 50.000 (lima puluh ribu) sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa.

10. Fungsi rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi adalah menjadi pedoman untuk penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah provinsi. Termasuk di dalamnya penentuan lokasi investasi dalam wilayah provinsi yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta. Selain itu, digunakan sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/ pengembangan wilayah provinsi yang meliputi indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan insentif dan disintensif, serta arahan sanksi dan acuan dalam administrasi pertanahan.

11. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memiliki fungsi sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kabupaten. Oleh karena itu, RTRW Kabupaten digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) agar terwujud keseimbangan pembangunan dalam wilayah kabupaten. Selain itu, juga menjadi dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/ pengembangan wilayah kabupaten yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disintensif, serta pengenaan sanksi dan acuan dalam administrasi pertanahan.

12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota merupakan pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kota dan berfungsi sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selain itu, juga dapat menjadi dasar dalam pemanfaatan ruang/ pengembangan wilayah kota agar terjadi keseimbangan pembangunan dalam wilayah kota serta menjadi dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/ pengembangan wilayah kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.


D. Permasalahan dalam Penerapan Tata Ruang Wilayah

1. Pada hakikatnya, tata ruang merupakan sarana pengoptimalan pemanfaatan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna bagi semua kepentingan terkait dengan pemanfaatan ruang baik sebagai wadah, lokasi, maupun, sebagai sumber daya alam. Dalam penerapan tata ruang wilayah, ada berbagai permasalahan yang terjadi. Permasalahan itu antara lain masalah pembiayaan dan tenaga ahli/ kepakaran, masalah keterbaruan data base, masalah konflik kepentingan, masalah ekonomi, masalah sosial budaya, masalah kelestarian lingkungan hidup, masalah pertumbuhan penduduk, masalah keamanan, dan masalah institusi. Permasalahan ini tentu saja perlu diatasi agar tujuan penataan ruang dapat tercapai.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter