Iklan

Ad Unit (Iklan) BIG

GUNUNG MAHANGETANG KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE SEBAGAI GARDA TERDEPAN PENGEMBANGAN GEOWISATA INDONESIA DI DAERAH PERBATASAN FILIPINA

Post a Comment

 PENDAHULUAN

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lintasan cincin api atau ring of fire. Cincin api atau ring of fire adalah sabuk aktivitas seismik berbentuk tapal kuda yang membentang hampir sepanjang 25.000 mil, yang mencakup lebih dari 450 gunung berapi dari ujung selatan Amerika Selatan, ke sepanjang pantai Amerika Utara, melintasi Selat Bering, kemudian turun ke bawah melalui Jepang, Indonesia, dan masuk ke Selandia Baru. Cincin api terbentuk dari aktivitas lempeng tektonik. Aktivitas tersebut terjadi karena tabrakan dan penghancuran lempeng litosfer di bawah dan di sekitar Samudera Pasifik, yang menciptakan serangkaian zona subduksi secara terus-menerus, sehingga membentuk serangkaian gunung berapi dan sering terjadi gempa bumi.

Pada bagian selatan dan timur wilayah Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara – Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut terbentuk dari aktivitas pertemuan lempeng tektonik yang ada di Indonesia, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik.

Salah satu titik pertemuan lempeng tersebut berada di wilayah paling utara Sulawesi, yaitu Kepulauan Sangihe.  Kepulauan Sangihe adalah sebuah kebupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia, yang beribukota di Tahuna. Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki luas wilayah 736.98 km2. Kepulauan yang terletak di bibir Samudera Pasifik ini memiliki tiga klaster wilayah, yaitu Klaster Tatoareng, Klaster Sangihe, dan Klaster Perbatasan, yang memiliki batas perairan internasional dengan Provinsi Davao del Sur, Filipina. Daerah ini memiliki 105 pulau, dimana pulau yang berpenghuni sebanyak 26 pulau dan 79 pulau lainnya tidak berpenghuni. Tidak hanya terdapat gunung api di atas daratan, Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki gunung api bawah laut. Salah satu gunung api bawah laut di Kabupaten Kepulauan Sangihe yang memiliki pemandangan bawah laut menakjubkan adalah Gunung Mahangetang. Bentang alam pegunungan yang sangat indah beserta segala bentukan khas geologinya yang unik merupakan segala bentuk potensi alam yang dimiliki Kabupaten Kepulauan Sangihe. Walaupun demikian, pada kenyataannya kekayaan geologi yang dimiliki Kabupaten Kepulauan Sangihe masih belum bisa dimanfaatkan secara optimal hingga saat ini. Secara umum, biasanya kekayaan geologi dieksploitasi untuk kegiatan pertambangan serta sebagai bahan baku pendukung dalam industri manufaktur. Sebagai daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) di Indonesia, pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan masyarakat, pembangunan infrastruktur, dan menegakkan kedaulatan negara Indonesia. Maka dari itu, penulis menawarkan gagasan mengenai "Gunung Mahangetang Kabupaten Kepulauan Sangihe Sebagai Garda Terdepan Pengembangan Geowisata Indonesia di Daerah Perbatasan Filipina”.

 

TINJAUAN PUSTAKA

1.      Konsep Ilmu Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu “pari” yang berarti keliling atau Bersama, dan kata “wisata” yang berarti perjalanan (I. Pitana, 2009). Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Destinasi adalah tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan wisata seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang dilalui selama perjalanan, misalnya daerah transit (Pitana, 2009).

Dalam kajian sosiologi pariwisata, minat wisatawan untuk berkunjung disuatu destinasi alam salah satunya ditentukan oleh faktor-faktor ektrinsik, yaitu faktor-faktor luar yang melekat pada destinasi wisata alam (I. G. Pitana & Putu, 2009). Salah satu faktor ektrinsik tersebut adalah atraksi, atau sering disebut daya tarik wisata. Menurut Pendit (2002), daya tarik wisata didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat. Kemudian secara lebih spesifik, daya tarik wisata alam dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, keaslian, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, 2009). Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa daya tarik wisata terbukti menjadi salah satu faktor utama yang wajib diperhitungkan dalam perencanaan destinasi wisata, karena akan sangat menentukan kepuasan wisatawaan dalam berkunjung ke destinasi wisata (Naidoo dkk., 2011; Adom dkk., 2012; Basiya & Rozak, 2012; Stevianus, 2014; Darsono, 2015; dan Hermawan, 2017).

 

2.      Konsep Geowisata

Istilah geowisata berasal dari bahasa Inggris yaitu geotourism. Yang merupakan gabungan dari dua kata, yaitu geo yang bermakna bentuk geografis, geomorfologi, dan juga sumber daya alam lainya, dan tourism atau pariwisata yang bermakna kunjungan ke kawasan wisata untuk apresiasi dan pendidikan (R. K. Dowling & Newsome, 2006). Tom Hose merupakan ilmuan pertama yang aktif memperkenalkan istilah geowisata (geotourism) di Geological Society pada tahun 1996 dalam makalahnya yang berjudul “Geotourism, or can tourists become casual rock hounds: Geology on your doorstep” (Dirgantara, 2012). Sementara itu, istilah geowisata di Indonesia sendiri diperkenalkan dalam seminar Nasional tentang geowisata, pada tahun 1990 sebagai kegiatan pariwisata yang memanfaatkan seluruh aspek geologi dengan ruang lingkup mengenai unsur abiotik seperti bentang alam, batuan, mineral, fosil, tanah, air dan proses, termasuk didalamnya sejarah geologi.

Geowisata (geotourism) merupakan pariwisata minat khusus dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam, sehingga diperlukan peningkatan pengayaan wawasan dan pemahaman proses fenomena fisik alam (Nainggolan, 2016b). Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa geowisata merupakan bentuk kegiatan pariwisata minat khusus yang fokus utamanya pada kenampakan geologis permukaan bumi maupun yang terkandung didalamnya dalam rangka mendorong pemahaman akan lingkungan hidup, alam dan budaya, lebih lanjut sebagai bentuk apresiasi, dan kegiatan konservasi, serta memiliki kepedulian terhadap kelestarian kearifan lokal.

Geowisata adalah pendekatan holistik untuk pariwisata berkelanjutan yang berfokus pada semua poin yang dapat didefinisikan untuk menciptakan pengalaman perjalanan yang otentik (Stokes, Cook, & Drew, 2003). Kegiatan geowisata, diharapkan mampu menjadi bentuk apresiasi makna dan keunikan terhadap keanekaragaman warisan geologi yang terkandung dalam suatu area untuk meningkatkan kesadaran lingkungan melalui upaya konservasi (Chen, Lu, & Ng, 2015). Permintaan wisatawan untuk mengunjungi situs-situs alami yang penting dari sudut pandang geologis atau geomorfologi sudah diterapkan sejak lama (R. K. Dowling & Newsome, 2006). Oleh karena itu, pengembangan geowisata akan menawarkan konsep wisata alam yang menonjolkan keindahan, keunikan, kelangkaan, serta keajaiban suatu fenomena alam yang berkaitan erat dengan gejala-gejala geologi yang dijabarkan dalam bahasa populer atau sederhana (Kusumahbrata, 1999 dalam Hidayat, 2002).

 

PEMBAHASAN

1.      Gambaran Umum dan Kondisi Gunung Mahangetang

Gambar 1. Letak Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu

Sumber: Google Earth

 

Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu merupakan gunung vulkanik aktif yang berada di wilayah perairan Pulau Mahangetang, salah satu pulau di gugusan Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Keberadaan lokasi geografi dan titik koordinat puncak Gunung Banua Wuhu berada pada 3˚ 08' 16" LU dan 125˚ 29' 26" BT sebelah Barat daya Pulau Mahangetang. Gunung Banua Wuhu dapat diakses sekitar 1 jam perjalanan laut dari Kota Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, atau sekitar 5 jam perjalanan laut dari Kota Manado.

Ketinggian dari Gunung Banua Wuhu terakhir tercatat pada bulan Mei 1935 adalah ± 2.000 m di bawah laut dengan ketinggian dari dasar laut lebih dari 400 m. puncaknya berada sekitar 6 meter di bawah permukaan laut. Menurut catatan yang sudah dilakukan gunung ini pernah meletus sebanyak 6 kali, yaitu yang pertama pada tahun 1835 dan terakhir tahun 1919. Di sekitar fenomena alam bawah laut ini, dulunya sempat terbentuk beberapa pulau sebagai dampak proses letusan Banua Wuhu. Tetapi kemudian menghilang, termasuk sebuah pulau setinggi 90 meter yang terbentuk pada 1835 dan akhirnya hanya berupa susunan beberapa batuan 13 tahun kemudian. Letusan pada September 1889 membentuk sebuah pulau baru yang mencapai ketinggian 50 meter pada 1894. Letusan pada April dan Agustus 1904 membentuk lima kawah. Pulau baru lainnya terbentuk Juli 1918 hingga Desember 1919, dan menghilang sepenuhnya pada 1935. Letusan kembali terjadi April 1919, batu-batu besar dan abu melanda Pulau Mahengetang sehingga menimbulkan kerusakan di mana banyak rumah warga terbakar. 

Pada kedalaman 6 meter di bawah permukaan laut, wisatawan akan menemukan terumbu karang yang mengeluarkan gelembung-gelembung udara dari celah bebatuan. Gelembung-gelembung tersebut adalah adalah gas yang keluar dari perut Gunung Banua Wuhu. Pada kedalaman ini, suhu air laut akan sedikit hangat sekitar 380-390 Celcius. Meskipun terumbu karang tersebut sangat menarik, disarankan agar wisatawan tidak memegang terumbu yang mengeluarkan gelembung. Karena suhu gelembung tersebut menurun drastis saat bersentuhan dengan air laut, tetapi sangat panas ketika masih berada dalam rongga terumbu. Disarankan agar wisatawan berhati-hati, supaya jangan sampai tangan wisatawan menjadi melepuh.

Menyelam lebih dalam, di kedalaman sekitar 10 sampai 20 meter wisatawan akan menemukan ekosistem laut yang menakjubkan. Gugusan terumbu karang berjajar rapat dan terlihat sehat, dengan berbagai jenis ikan dan hewan lainnya yang berlalu-lalang dan bermain di sela-sela karang. Disarankan agar anda memakai perlengkapan menyelam karena lokasinya yang cukup dalam. Ekosistem Gunung Mahangetang ini juga sudah terkenal sampai ke mancanegara, sebagai salah satu gunung api bawah laut dengan ekosistem terindah di dunia setelah Kepulauan Karibia.

Untuk mendukung keselamatan wisatawan dapat dilakukan dengan upaya minimalisasi risiko bahaya dan kecelakaan dengan mengadaptasi anjuran dalam guidelines for safe recreational water (2003). Pencegahan resiko kecelakaan dapat dilakukan dengan peningkatan keselamatan. Peningkatan keselamatan tersebut dapat diintervensi dengan lima pendekatan yaitu: (1) Pekerjaan/ perekayasaan (engineering); (2) Memperkuat (enforment); (3) Pendidikan (education); (4) Tindakan untuk memberanikan (encouragement); dan (5) Kesiapan bahaya (emergency preparadness).

 

2.      Konsep dan Pengembangan Geowisata Gunung Mahangetang 

Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu merupakan bangunan alam nonhayati yang berada di bawah permukaan bumi yang memiliki nilai, eksotisme, dan keunikan tersendiri, yang cocok dikelola sebagai daya tarik wisata. Selain itu,  kandungan mineral di dalam perut bumi juga mampu menjadi daya tarik geowisata yang bernilai edukatif dan sangat menarik untuk dipelajari, baik namanya, sejarah dan proses terbentuknya, sifat dan unsur-unsur kimianya, beserta kegunaanya dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Pariwisata pada dasarnya terjadi karena adanya kecenderungan manusia untuk mencari hal dan lingkungan baru, atau sering disebut sebagai ritual inversi dalam ilmu sosiologi (I. G. Pitana & Putu, 2009). Perbedaan unsur alam, budaya masyarakat, dan unsur binaan di setiap belahan bumi merupakan hal yang mampu merangsang seseorang atau sekelompok orang untuk mewisatainya (Darsoprajitno, 2002). Oleh karena itu, wisatawan atau calon wisatawan akan cenderung mencari tempat-tempat baru yang memiliki lansekap alam yang indah, unik, alami, serta berbeda dari tempat biasanya mereka hidup. Ilustrasinya sebagai berikut:


“Orang kota memiliki kecenderungan untuk senang berwisata ke desa yang memiliki lingkungan tenang dan asri, juga untuk melihat bentang alam yang unik dan indah, misalnya wisata pendakian ke Gunung Merapi, melihat bentang alam Kawasan Kars Pegunungan seribu dan tempat-tempat berbasis geologi yang menarik lainya.”

 

Walaupun ada kemungkinan berlaku sebaliknya, misalnya:

“Orang-orang yang selamanya hidupnya di desa terkadang berkeinginan untuk berwisata di kota, melihat kemegahan gedung-gedung atau keramaian mall.”

 

Kaitanya dengan geologi adalah kecenderungan ritual inversi wisatawan di Indonesia telah didukung oleh potensi alam yang dimiliki, beserta segala bentuk fenomena geologinya. Kesesuaian kedua faktor diatas menjadi pendorong untuk pengembangan pariwisata berbasis alam geologi, atau dikenal dengan geowisata. Selain faktor diatas, perkembangan geowisata juga didukung oleh meningkatnya permintaan wisata minat khusus. Wisatawan minat khusus biasanya adalah wisatawan-wisatawan yang menyukai destinasi wisata yang tidak umum, serta menyukai aktifitas wisata yang menantang atau tidak biasa (Hermawan, 2017), dalam bahasa keilmuanya sering disebut wisatawan drifter (I. G. Pitana & Putu, 2009). Wisatawan jenis ini tidak akan puas berkunjung ke destinasi wisata alam hanya untuk melihat-lihat panorama alam saja, atau sekedar berfoto selfi, sebagaimana pola mayoritas kunjungan wisatawan saat berwisata saat ini. Destinasi wisata yang dipilih mereka adalah destinasi yang mampu memuaskan hasrat mereka untuk berpetualang, serta destinasi yang mampu menambah pengkayaan diri berupa pengalaman dan wawasan baru.

Alam geologi di Kabupaten Kepulauan Sangihe yang berupa Gunung Banua Wuhu sangat cocok untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata geologi. Oleh karena itu, dibutuhkan rumusan-rumusan dalam pengelolaan geowisata yang dapat diimplementasikan. Geotourism adalah pariwisata berkelanjutan dengan fokus utama pada pengalaman geologi Bumi. Oleh karena itu dibutukan fitur berupa sarana informasi yang memupuk pemahaman lingkungan dan budaya, apresiasi dan konservasi secara lokal mengalami geologi Bumi. Kualitas informasi merupakan faktor utama yang dibutuhkan bagi wisatawan, karena pada dasarnya motif utamanya adalah mencari sesuatu hal yang baru sebagai upaya pengkayaan diri. Oleh karena itu, geowisata perlu memiliki sarana informasi yang informatif (Pásková, 2012).

Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu memiliki daya tarik berupa gelembung-gelembung udara yang keluar dari celah bebatuan. Selain itu, kita juga dapat menemukan ekosistem laut yang menakjubkan, dengan gugusan terumbu karang berjajar rapat dan terlihat sehat, berbagai jenis ikan dan hewan lainnya yang berlalu-lalang dan bermain di sela-sela karang, menjadi alternatif daya tarik yang dapat dinikmati wisatawan. Hal ini akan menjadi nilai unggul destinasi karena pengembangan aktifitas wisata di Gunung Banua Wuhu dapat dikembangkan lebih leluasa dan lebih beragam. Dengan begitu, diharapkan wisatawan tidak jenuh dan mampu menambah lama tinggal. Ada nilai keindahan dan keunikan, atraksi alam terbentuk karena proses fenomena alam serta hanya terjadi pada saat tertentu maka tidak ada kemiripan antara suatu kawasan dengan kawasan wisata lain, sehingga atraksi alam memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan atraksi budaya dan atraksi buatan, terlebih karena atraksi alam hanya dapat dinikmati secara utuh di ekosistemnya.

 

3.      Langkah Strategis Pengembangan Geowisata Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu

Gambar 2. Bagan rumusan model pengelolaan geowisata

Sumber: Hermawan, H., & Ghani, Y. A. (2018)

Dalam pengelolaannya, aktifitas geowisata Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu dapat dikembangkan melalui pembelajaran kegeologian, kegiatan yang mampu memberi pengkayaan pengetahuan (wisatawan masyarakat) khususnya terkait dengan aspek kegeologian yang menjadi daya tarik wisata, kegiatan penghargaan dan pelestarian atau konservasi alam, dan petualangan lintas alam. Hal ini juga harus diriringi dengan pengelolaan oleh manajemen profesional dalam hal pengembangan atraksi geowisata dan konservasi lingkungan, pembangunan pariwisata berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat, safety manajement, dan service excelent disertai sarana prasarana pendukung. Selain itu, aktifitas geowisata diharapkan dapat memberi output manfaat yang meliputi manfaat pada kelestarian alam, dan fenomena geologi yang menjadi daya tarik wisata, tercapainya kepuasan wisatawan melalui pengalaman berwisata dan pengkayaan pengetahuan yang didapat selama berwisata, peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, dan terwujudnya pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan.

Sebagai daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) di Indonesia, pemerintah pusat perlu ikut serta dalam mengembangkan pariwisata yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe yaitu dengan membangun infrastuktur, melengkapi fasilitas wisata, promosi, dan menetapkan wisata baru. Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu merupakan potensi wisata geologi Indonesia yang sangat menakjubkan. Dimana gunung ini, merupakan gunung vulkanik aktif yang berada di bawah perairan. Wisatawan akan menemukan terumbu karang yang mengeluarkan gelembung-gelembung udara dari celah bebatuan. Selain itu, wisatawan juga akan menemukan ekosistem laut yang menakjubkan. Gugusan terumbu karang berjajar rapat dan terlihat sehat, dengan berbagai jenis ikan dan hewan lainnya yang berlalu-lalang dan bermain di sela-sela karang.

 

Gambar 3. Mengusulkan Kepulauan Sangihe sebagai Geopark


Sumber: https://bobo.grid.id/


Apabila dilihat dari kriterianya sebagai objek wisata geologi. Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu sudah memiliki kriteria sebagai daya tarik wisata. Sebagai garda terdepan dalam pengembangan wisata di daerah perbatasan Filipina, pemerintah perlu mengembangkan dan menjadikan Kawasan Kepulauan Sangihe sebagai Geopark. Keunikan Kepulauan Sangihe, bukan hanya karena serangkaian pulau-pulaunya saja namun juga keragaman tanaman, buah-buahan, dan keindahan bawah lautnya yang sangat luar biasa. Kabupaten Sangihe memiliki gunung api bawah laut yang mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang jarang sekali dimiliki oleh daerah lain di Indonesia bahkan di dunia. Yang menjadi perhatian adalah bagaimana management atau pengelolaannya sehingga geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity-nya dapat dijadikan satu nilai tersendiri yang berkelas internasional. Hal ini harus terus tetap terjaga agar kedepannya Geopark Kepulauan Sangihe dapat menjadi daerah tujuan wisatawan High End Consumer yaitu wisatawan yang ber-income besar yang mengutamakan kualitas dan minat khusus. Selain itu, kehadiran pemerintah Republik Indonesia di daerah terluar akan menjadi batu loncatan untuk menegakkan kedaulatan negara dan pemerataan pembangunan.

 

PENUTUP

Geowisata mencoba dihadirkan sebagai sebuah solusi bagaimana memanfaatkan kekayaan geologi beserta berbagai dinamikanya untuk kegiatan wisata dan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Paradigma dalam pengelolaan geowisata adalah bagaimana pengelolaan pariwisata mampu mengoptimalkan potensi alam (geologi) menjadi bernilai tambah bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal, sekaligus mampu menekan seminimal mungkin potensi kerusakan alam.

Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu memiliki daya tarik berupa gelembung-gelembung udara yang keluar dari celah bebatuan. Selain itu, kita juga dapat menemukan ekosistem laut yang menakjubkan, dengan gugusan terumbu karang berjajar rapat dan terlihat sehat, berbagai jenis ikan dan hewan lainnya yang berlalu-lalang dan bermain di sela-sela karang, menjadi alternatif daya tarik yang dapat dinikmati wisatawan. Hal ini akan menjadi nilai unggul destinasi karena pengembangan aktifitas wisata di Gunung Banua Wuhu dapat dikembangkan lebih leluasa dan lebih beragam. Dengan begitu, diharapkan wisatawan tidak jenuh dan mampu menambah lama tinggal. Ada nilai keindahan dan keunikan, atraksi alam terbentuk karena proses fenomena alam serta hanya terjadi pada saat tertentu maka tidak ada kemiripan antara suatu kawasan dengan kawasan wisata lain, sehingga atraksi alam memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan atraksi budaya dan atraksi buatan, terlebih karena atraksi alam hanya dapat dinikmati secara utuh di ekosistemnya.

Apabila dilihat dari kriterianya sebagai objek wisata geologi. Gunung Mahangetang atau Gunung Banua Wuhu sudah memiliki kriteria sebagai daya tarik wisata. Sebagai garda terdepan dalam pengembangan wisata di daerah perbatasan Filipina, pemerintah perlu mengembangkan dan menjadikan Kawasan Kepulauan Sangihe sebagai Geopark. Keunikan Kepulauan Sangihe, bukan hanya karena serangkaian pulau-pulaunya saja namun juga keragaman tanaman, buah-buahan, dan keindahan bawah lautnya yang sangat luar biasa. Kabupaten Sangihe memiliki gunung api bawah laut yang mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang jarang sekali dimiliki oleh daerah lain di Indonesia bahkan di dunia.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter