Iklan

Ad Unit (Iklan) BIG

Komponen Tanah

Post a Comment

Faktor pembentuk tanah ialah keadaan atau kakas (force) lingkungan yang berdaya menggerakkan proses pembentukan tanah atau memungkinkan proses pembentukan tanah berjalan. Proses pembentukan tanah berlangsung dengan berbagai reaksi fisik, kimia dan biologi. Reaksi menghasilkan sifat-sifat tanah dan karena memiliki sifat maka tanah dapat menjalankan fungsi-fungsi tertentu.

Ada lima faktor pokok yang mempengaruhi pembentukan tanah dan menentukan rona bentang tanah, yaitu bahan induk, iklim, organisme hidup, timbulan, dan waktu. Dengan peningkatan intensitas penggunaan tanah, khusus dalam bidang pertanian, manusia dapat dimasukkan sebagai faktor pembentuk tanah. Dengan tindakannya mengolah tanah, mengirigasi, memupuk, mengubah bentuk muka tanah (meratakan, menteras) dan mereklamasi, manusia dapat mengubah atau mengganti proses tanah yang semula dikendalikan oleh faktor-faktor alam.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Faktor Aktif

Berikut ini adalah faktor aktif pembentuk tanah:

1. Iklim

Iklim berpengaruh langsung atas suhu tanah dan keairan tanah serta berdaya pengaruh tidak langsung pula lewat vegetasi. Hujan dan angin dapat menimbulkan degradasi tanah karena pelindian (hujan) dan erosi (hujan dan angin). Energi pancar matahari menentukan suhu badan pembentuk tanah dan tanah dan dengan demikian menentukan laju pelapukan bahan mineral dan dekomposisi serta humifikasi bahan organik. Semua proses fisik, kimia dan biologi bergantung pada suhu. Air merupakan pelaku proses utama di alam, menjalankan proses alih ragam (transformation) dan alih tempat (translocation) dalam tubuh tanah, pengayaan (enrichment) tubuh tanah dengan sedimentasi, dan penyingkiran bahan dari tubuh tanah dengan erosi, perkolasi dan pelindian.

Curah hujan merupakan sumber air utama yang memasok air ke dalam tanah. Suhu dan kelembaban nisbi udara menentukan laju evapotranspirasi dari tanah. Maka imbangan antara curah hujan dan evapotranspirasi menentukan neraca keairan tanah, dan ini pada gilirannya mengendalikan semua proses yang melibatkan air. Neraca keairan tanah berkaitan dengan musim. Dalam musim yang curah hujan (CH) melampaui evapotranspirasi (ET), air dalam tubuh tanah bergerak ke bawah, menghasilkan perkolasi yang mengimbas alih tempat zat ke bagian bawah tubuh tanah dan pelindian zat ke luar tubuh tanah. Dalam musim yang CH lebih rendah daripada ET, gerakan air dalam tubuh tanah berbalik ke atas, yang mengimbas alih tempat zat ke bagian atas tubuh tanah dan pengayaan tubuh tanah dengan zat dari luar tubuh tanah.

Iklim juga berpengaruh dengan menggerakkan proses berulang pembasahan dan pembekuan. Pengaruh tidak langsung lewat vegetasi menentukan seberapa besar pengaruh yang dapat dijalankan oleh faktor organisme. Berikut adalah penjelasan lebih lengkap mengenai unsur iklim yang berperan dalam proses pembentukan tanah:

a) Temperatur Udara

Temperatur udara merupakan derajat panas dinginnya udara. Dalam proses pembentukan tanah (pelapukan), fluktuasi harian dari temperatur udara mempunyai peranan penting dalam proses desintegrasi. Semakin besar fluktuasi temperatur harian semakin cepat proses desintegrasi berlangsung. Daerah yang mempunyai fluktuasi temperatur udara harian tertinggi adalah daerah gurun. Pada umumnya di daerah gurun pada siang hari terasa panas, sedangkan pada malam hari terasa dingin. Dengan demikian pada siang hari terjadi proses pengembangan batuan, sedangkan pada malam hari terjadi proses pengkerutan batuan. Akhirnya terjadi desintegrasi secara aktif.

Temperatur udara mempengaruhi besarnya evapotranspirasi sehingga mempengaruhi pula gerakan air dalam tanah. Di samping itu temperatur juga berpengaruh terhadap reaksi kimia dalam tanah dan aktivitas bakteri pembusuk. Adanya kenaikan temperatur tiap 10ÂșC dapat mempercepat reaksi kimia 2 - 3 kali lipat.

b) Curah Hujan

Curah hujan mempunyai peranan yang penting dalam proses pembentukan tanah. Aktivitas hujan berpengaruh dimulai dari adanya tetesan air hujan yang mampu mengkikis batuan (bahan yang lain) yang ada di permukaan tanah. Di samping itu adanya air hujan yang meresap ke dalam tanah akan mempercepat berbagai reksi kimia yang ada dalam tanah, sehingga mempercepat proses pembentukan tanah. Namun demikian curah hujan juga berperan merusak lapisan tanah yang telah tebentuk. Sebagai contoh banyak kejadian erosi maupun tanah longsor yang diakibatkan oleh hujan. Di samping itu hujan juga menyebabkan terjadinya pelindihan berbagai unsur yang ada pada lapisan tanah atas.

Menurut Marbut, pengaruh iklim terhadap pembentukan tanah antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut (Isa Darmawijaya, 1990:78- 79):

  • Di daerah tropik humid, pelapukan kimia berjalan sangat cepat, sedangkan pelapukan fisik biasa.
  • Di daerah taiga dan frost yang humid dan subhumid, pelapukan kimia relatif lambat, sedangkan pelapukan fisik cepat.
  • Di daerah arid, pelapukan kimia sangat lambat, sedangkan pelapukan fisik sangat cepat.
  • Di daerah arid-microthermal terbentuk lempung yang banyak mengandung Si.
  • Di daerah tropik-humid mesothermal, terbentuk lempung yang mengandung Al dan Fe dengan kadar Si yang rendah.
  • Di daerah humid-microthermal terbentuk lempung yang berkadar Si sedang sampai tinggi.

2. Organisme Hidup

Faktor ini terbagi dua, yaitu yang hidup di dalam tanah dan yang hidup di atas tanah. Yang hidup di dalam tanah mencakup bakteria, jamur, akar tumbuhan, cacing tanah, rayap, semut, dsb. Bersama dengan makhluk-makhluk tersebut, tanah membentuk suatu ekosistem. Jasad-jasad penghuni tanah mengaduk tanah, mempercepat pelapukan zarah- zarah batuan, menjalankan perombakan bahan organik, mencampur bahan organik dengan bahan mineral, membuat lorong-lorong dalam tubuh tanah yang memperlancar gerakan air dan udara, dan mengalihtempatkan bahan tanah dari satu bagian ke bagian lain tubuh tanah.

Vegetasi adalah sumber utama bahan organik tanah. Bahan induk organik yang dikenal dengan sebutan gambut, berasal dari vegetasi. Berlainan dengan batuan induk dan iklim yang merupakan faktor mandiri (independent), vegetasi bergantung pada hasil interaksi antara batuan, iklim dan tanah. Nasabah vegetasi dengan tanah bersifat timbal- balik. Ragam vegetasi dalam kawasan luas terutama ditentukan oleh keadaan iklim. Maka ragam pokok vegetasi berkaitan dengan mintakat pokok iklim. Namun demikian vegetasi tetap berdaya pengaruh khusus atas pembentukan tanah, yaitu (1) menyediakan bahan induk organik, (2) menambahkan bahan organik kepada tanah mineral, (3) ragam vegetasi menentukan ragam humus yang terbentuk, (4) menciptakan iklim meso dan mikro yang lebih lunak dengan mengurangi rentangan suhu dan kelembaban ekstrem, (5) melindungi permukaan tanah terhadap erosi, pengelupasan, pemampatan dan penggerakan, (6) memperlancar infiltrasi dan perkolasi air, (7) memelihara ekosistem tanah, dan (8) melawan pelindian hara dengan cara menyerap hara yang terdapat di bagian bawah tubuh tanah dengan sistem perakarannya dan mengangkat hara ke permukaan tanah dalam bentuk serasah (konversi daur hara).

3. Manusia

Manusia merupakan faktor pembentuk tanah yang aktif. Berbagai bentuk aktivitas manusia di atas permukaan tanah dalam rangka memenuhi kebutuha hidupnya telah banyak mempengaruhi proses pembentukan tanah. Bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah oleh manusia yang mempengaruhi proses pembentukan dan perkembangan tanah dapat dikelompok menjadi dua, yaitu manipulasi faktor pembentuk tanah aktif, dan manipulasi faktor pembentuk tanah pasif.

Manipulasi faktor pembentuk tanah aktif dapat berupa pengaturan lengas tanah dan jenis vegetasi tanah. Manipulasi faktor pembentuk tanah pasif dapat berupa perubahan relief dan penambahan atau pengurangan bahan induk tanah. Manipulasi kondisi lengas tanah dilakukan manusia dalam rangka penyediaan air bagi tanaman. Penyediaan air bagi tanaman berupaya pemberian air irigasi khususnya pada saat musim kemarau. Manipulasi kondisi lengas tanah menyebabkan proses pelindian unsur-unsur basa dapat larut pada lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah berlangsung lebih intensif dibanding pada kondisi alami.

Pada kondisi alami, pelindian hanya terjadi pada musim penghujan saja, sementara pada musim kemarau terjadi pengurangan lengas melalui du acara, yaitu perlokasi kea rah bawah dan kapilerisasi kea rah atas. Kapilerisasi merupakan pengembalian sebagian unsur-unsur basa yang pada saat musim penghujan terlindi ke bawah. Pemberian air irigasi sepanjang tahun dimungkinkan dapat menghilangkan atau menekan sampai batas minimum proses kapilerisasi.


b. Faktor Pasif

Berikut ini adalah faktor pasif pembentuk tanah:

1. Bahan Induk


Bahan induk merupakan peruraian atau pelapukan dari batuan. Secara umum batuan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: batuan beku, batuan metamorfosa dan batuan sedimen. Batuan beku terjadi karena magma yang membeku. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat sedimentasi baik oleh air maupun angin. Batuan metamorfosa berasal dari batuan beku ataupun sedimen yang karena suhu dan tekanan yang tinggi berubah menjadi jenis batuan yang lain (Hardjowigeno, 1993).

Pengaruh dan hubungan bahan induk dengan sifat-sifat tanah terlihat jelas pada tanah-tanah di daerah kering atau tanah muda. Di daerah yang lebih basah atau pada tanah-tanah tua, hubungan antara sifat bahan induk dengan sifat-sifat tanah menjadi kurang jelas. Walaupun demikian tidak berarti pada tanah-tanah tua pengaruh bahan induk menjadi hilang. Contoh kwarsa yang sukar lapuk akan tetap ditemukan pada tanah-tanah tua (Buol et al., 1980).

Sifat bahan mentah dan bahan induk berpengaruh atas laju dan jalan pembentukan tanah, seberapa jauh pembentukan tanah dapat maju, dan seberapa luas faktor-faktor lain dapat berpengaruh. Sifat-sifat tersebut ialah susunan kimia, sifat fisik dan sifat permukaan. Dalam hal bahan mentah dan bahan induk mineral sifat-sifat yang berpengaruh termasuk pula susunan mineral, dan dalam hal bahan mentah dan bahan induk organik sifat-sifat yang berpengaruh termasuk pula susunan jaringan. Sifat fisik berkenaan dengan struktur dan granularitas. Sifat permukaan berkenaan dengan kemudahan kelangsungan reaksi antarmuka (interface).

Sifat bahan induk pasif berdasarkan kenyataan bahwa berbagai jenis bahan induk (faktor pembentuk tanah yang lain berada dalam keadaan yang serba sama) dapat menghasilkan jenis tanah yang sama. Sebaliknya, bahwa pada bahan induk yang sama tetapi mengalami kegiatan faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda-beda, akan menghasilkan jenis tanah yang berlainan (Krauskopf, 1979).

Sifat-sifat dari bahan induk masih tetap terlihat, bahkan pada tanah daerah humid yang telah mengalami pelapukan sangat lanjutan. Batu-batuan di mana bahan induk tanah berasal dapat dibedakan menjadi (Hardjowigeno, 2010, hal. 29-30) :

a) Batuan Beku (Terbentuk karena magma yang membeku)

  • Batuan beku atas: magma membeku di permukaan bumi (batuan volkanik)
  • Batuan beku gang (terobosan): magma menerobos retakan-retakan atau patahan-patahan dalam bumi dan membeku di antara sarang magma dan permukaan bumi
  • Batuan beku dalam: magma membeku di dalam bumi
b) Batuan Sedimen
  • Batuan endapan tua terdiri dari bahan endapan (umumnya endapan laut) yang telah diendapkan berjuta tahun yang lalu hingga telah membentuk batuan yang keras. Beberapa contoh dari batuan endapan tua ini adalah:
    • Batu gamping: merupakan endapan laut, banyak mengandung karang laut. Sebagian besar terdiri dari CaCO3 (kalsit) dan CaMg (CO3)2 (dolomit).
    • Batu pasir: banyak mengandung pasir kuarsa (SiO2).
    • Batu liat: ada yang bersifat masam ada yang bersifat alkalis (shale/napal dan sebagainya). Kadar liat tinggi.
  • Batuan Endapan Baru (Belum menjadi batu)
    • Diendapkan oleh air, misalnya di daerah dataran banjir, atau dataran aluvial.
    • Diendapkan oleh angin misalnya pasir pantai, loess dan sebagainya.
c) Batuan Metamorfosa (Malihan) 
Berasal dari batuan beku atau sedimen yang karena tekanan dan suhu sangat tinggi berubah menjadi jenis batuan lain. Batuan metamorfosa umumnya bertekstur lembar (foliated texture) akibat rekristalisasi dari beberapa mineral dan orientasi mineral menjadi paralel sehingga terbentuk lembar-lembar halus disebut schist (misalnya mika schist) sedang yang dengan lembar-lembar kasar disebut gneis (misalnya granit gneis). Beberapa jenis batuan metamorfosa tidak menunjukkan foliated tecture tersebut misalnya kwarsit (dari batu pasir) dan marmer (dari batu kapus karbonat).

d) Bahan Induk Organik
Di daerah hutan rawa yang selalu tergenang air, proses penghancuran bahan organik berjalan lebih lambat daripada proses penimbunan, maka terjadilah akumulai bahan organik.

Selain itu, bahan induk juga dapat berupa mineral. Mineral merupakan bahan alam homogen dari senyawa anorganik asli, mempunyai susunan kimia tetap dan susunan molekul tertentu dalam bentuk geometrik. Sifat mineral yang perlu diperhatikan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, antara lain: susunan kimia, struktur kristal, textur kristal, dan kepekaan terhadap proses dekomposisi. Mineral dapat diketahui jenisnya berdasarkan susunan (composition), kristalisasi, bidang belahan (cleavage), pecahan (fracture), sifat dalam (tenacity), derajat keras (hardness), berat jenis (specific gravity), sikap tembus cahaya (diphenity), kilap (luster), warna (color), dan cerat (streak). Bagi keperluan ilmu tanah yang penting adalah mengenai jenis mineral di lapangan secara megaskopis, sedangkan susunan mineral secara kuantitatif harus ditentukan di laboratorium. Mineral-mineral penyusun batuan tidak semuanya dapat membentuk tanah. Mineral dengan kekerasan 1 – 7 merupakan mineral penyusun batuan yang dapat berubah menjadi tanah.

2. Timbulan
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara (Hardjowigeno, 2010, hal. 32-33) :
a) Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan masa tanah
b) Mempengaruhi dalamnya air tanah
c) Mempengaruhi besarnya erosi
d) Mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut di dalamnya


Timbulan (relief) atau bentuk lahan (landform) menampilkan tampakan lahan berupa tinggi tempat, kelerengan, dan kiblat lereng. Topografi merupakan salah satu faktor dalam proses pembentukan tanah yang mempengaruhi sifat-sifat tanah. Iklim dan organisme digolongkan ke dalam faktor pembentuk tanah aktif, sedangkan faktor pembentuk tanah lainnya disebut faktor pembentuk tanah pasif. Istilah lereng digunakan untuk menunjukkan sudut yang terbentuk pada permukaan bumi terhadap bidang yang dianggap datar (Jenny, 1941).

Menurut Young (1972), dalam hubungannya dengan pembentukan dan perkembangan tanah, lereng mencakup tiga aspek yang terdiri dari kemiringan, posisi, dan bentuk lereng. Kemiringan lereng menunjukkan sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan permukaan lereng. Besarnya kemiringan berkisar dari datar hingga curam. Posisi lereng menunjukkan letak suatu lereng, berkisar dari kaki lereng hingga puncak lereng. Sedangkan bentuk lereng adalah wujud permukaan lereng yang berbentuk cembung atau cekung.

Topografi berhubungan dengan deposisi tephra, erosi dan penyebaran bahan sesuai kemiringan lereng dan lansekap terutama distribusi kelembaban dan merupakan faktor penting yang mempengaruhi genesis dan sifat tanah andisol (Shoji et al., 1993).

Sifat-sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adalah tebal solum, tebal dan kandungan bahan organik horizon A, kandungan air tanah (relative wetness), warna tanah, tingkat perkembangan horizon, reaksi tanah (pH), kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut, jenis dan tingkat perkembangan padas, suhu dan sifat dari bahan induk tanah (Buol et al., 1980).

Menurut Utomo et al., (2016) topografi akan mempengaruhi curah hujan terhadap proses pelapukan. Pada daerah yang berlereng, air hujan tidak berkesempatan untuk meresap kedalam tanah. Pada daerah yang datar, topografi akan lebih mampu untuk meresap air, dan pada daerah cekungan topografi akan menampung air hujan. Pada daerah berlereng, efek curah hujan berupa erosi dan abrasi. Pada daerah datar, efek curah hujan berupa reaksi kimia dan pemindahan hasil reaksi. Demikian pada daerah cekungan, selain efek kimia dan pemindahan hasil reaksi juga terjadi reaksi redoks.

Menurut Foth (1990) topografi memodifikasi perkembangan profil tanah dalam tiga cara: (1) dengan mempengaruhi banyaknya presipitasi yang terserap dan yang dipertahankan dalam tanah, jadi mempengaruhi perkembangan tanah; (2) dengan mempengaruhi laju pembuangan tanah oleh erosi; (3) dengan mengarahkan gerakan bahan dalam suspensi atau larutan atau dari satu daerah ke daerah lainnya.

Panjang dan kemiringan lereng akan mempengaruhi genesis tanah. Semakin meningkat kemiringan lereng, terjadi limpasan air yang lebih besar dan menyebabkan erosi tanah. Hal tersebut menyebabkan proses genesis tanah melambat. Umumnya gradien lereng yang meningkat dikaitkan dengan pertumbuhan tanaman dan kandungan bahan organik yang lebih sedikit, pelapukan yang melambat dan perubahan bentuk liat, terjadi pelindian yang sedikit dan eluviasi. Akibatnya, tanah memiliki sola yang lebih tipis dan kurang berkembang dengan baik (Foth, 1990).

Daerah yang memiliki curah hujan tinggi, menyebabkan pergerakan air pada suatu lereng menjadi tinggi pula sehingga dapat menghanyutkan partikelpartikel tanah. Proses penghancuran dan transportasi oleh air akan mengangkut berbagai partikel-partikel tanah, bahan organik, unsur hara, dan bahan tanah lainnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh energi tumbuk butir-butir hujan, intensitas hujan, dan penggerusan oleh aliran air pada permukaan tanah yang memberikan pengaruh dalam proses pembentukan dan perkembangan tanah (Arsyad, 2000).

3. Waktu
Waktu bukan faktor penentu sebenarnya. Waktu dimasukkan faktor karena semua proses maju sejalan dengan waktu. Tidak ada proses yang mulai dan selesai secara seketika. Tahap evolusi yang dicapai tanah tidak selalu bergantung pada lama kerja berbagai faktor, karena intensitas faktor dan interaksinya mungkin berubah-ubah sepanjang perjalanan waktu. Dapat terjadi tanah yang belum lama terbentuk akan tetapi sudah memperlihatkan perkembangan profil yang jauh. Sebaliknya, ada tanah yang sudah lama menjalani proses pembentukan akan tetapi perkembangan profilnya masih terbatas.

Tanah yang berhenti berubah sepanjang perjalanan waktu menandakan bahwa tanah tersebut telah mencapai keseimbangan dengan lingkungannya dan disebut telah mencapai klimaks. Kalau keadaan lingkungan berubah, proses-proses tanah akan bekerja kembali menuju ke pencapaian keseimbangan baru. Sementara itu ciri-ciri klimaks terdahulu masih tertahan karena untuk menghilangkannya diperlukan waktu sangat panjang. Tanah semacam ini disebut tanah tinggalan (relict soil). Apabila tanah hasil bentukan lingkungan purba terkubur oleh bahan endapan baru, perkembangannya akan terawetkan. Tanah yang berasal dari suatu lingkungan purba dinamakan paleosol. Paleosol yang terawetkan disebut tanah fosil.

Tanah-tanah yang ada di kebanyakan lahan berumur lebih muda daripada 200.000 tahun meskipun proses pembentukan tanah telah berlangsung jauh lebih lama. Salah satu sebab ialah erosi yang secara berangsur mengikis tanah sehingga tanah tetap mengalami pemudaan dan penipisan (menyingkirkan lapisan tanah atasan yang lebih tua). Sebab lain ialah banyak medan yang permukaannya dari waktu ke waktu tertutup bahan endapan baru berupa abu volkan, loess, apungan glasial (glacial drifts), atau aluvium (Harpstead & Hole, 1980). Sebagai bandingan dapat dikemukakan bahwa bumi terbentuk pada 4,5 milyar tahun sebelum kini, batuan tertua berumur 4 milyar tahun, manusia pertama muncul pada 2,5 juta tahun sebelum kini (kala plistosen), dan manusia mulai merajai bumi pada 10.000 tahun sebelum kini (kala holosen).

Profil tanah juga semakin berkembang dengan meningkatnya umur. Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka bahan induk tanah berturut-turut menjadi: (Hardjowigeno, 2010, hal. 33-34)
a) Tanah muda
Proses pembentukan tanah terutama berupa proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh bahan organik tersebut.
b) Tanah dewasa
Tanah-tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa yaitu dengan proses pembentukan horison B. Horison B yang terbentuk adalah horison yang masih muda (Bw) sebagai hasil dari proses alterasi bahan induk (terbentuk struktur tanah, warna lebih merah dari bahan induk) atau ada penambahan bahan-bahan tertentu. Tanah mempunyai kemampuan berproduksi tertinggi, karena unsur-unsur hara di dalam tanah cukup tersedia, akibat pelapukan mineral dan pencucian unsur hara belum lanjut.
c) Tanah tua
Terjadi perubahan-perubahan yang lebih nyata pada horison A dan B dan terbentuklah horison-horison A, E, EB, BE, Bt, (Bs), (Bo), BC dan lain-lain. Pelapukan mineral dan pencucian basa-basa makin meningkat sehingga tinggal mineral-mineral yang sukar lapuk di dalam tanah dan tanah menjadi kurus dan masam.

Menurut Mohr, secara umum terdapat lima tahapan waktu pembentukan tanah, yaitu:
a) Tahap Permulaan
Pada tahap ini bahan induk sedikit mengalami pelapukan, baik desintegrasi maupun dekomposisi. Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah regosol muda.
b) Tahap Juvenil
Pada tahap ini bahan induk mengalami pelapukan lebih lanjut, baik desintegrasi maupun dekomposisi. Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah regosol tua atau disebut juga tanah terapan.
c) Tahap Viril
Pada tahap ini bahan induk mengalami pelapukan secara optimum, baik desintegrasi maupun dekomposisi. Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah latosol coklat.
d)  Tahap Seril
Pada tahap ini pelapukan mulai merurun, baik desintegrasi maupun dekomposisi. Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah latosol merah.
e) Tahap Terakhir
Pada tahap ini pelapukan sudah berakhir, baik desintegrasi maupun dekomposisi. Tanah yang terbentuk pada tahap ini adalah tanah laterit.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter