Iklan

Ad Unit (Iklan) BIG

Pengembangan Desa Berkonsep Literasi Digital sebagai Media Pemberdayaan Pemuda dalam Menggunakan Media Sosial

Post a Comment

LATAR BELAKANG

Keunggulan dan kecanggihan teknologi informasi yang telah berkembang saat ini, seperti telematik, televideomatik, internet, dan lain sebagainya, telah mampu menggeser bahkan merubah sistem pola hidup masyarakat. Dalam perkembangannya, teknologi informasi dapat memicu gejala sosial dan budaya baru. Jarak dan waktu yang bukan sebagai kendala utama, hadirnya sistem pembayaran secara non tunai (credit card/ online banking/ e-money), adanya peraturan yang diperbaharui/ diubah, dan adanya pergeseran nilai-nilai budaya dan agama merupakan contoh dari gejala sosial dan budaya yang muncul sebagai dampak adanya perkembangan teknologi informasi.

Pada dasarnya informasi yang kita peroleh memiliki sifat tersendiri dan tidak memihak atau dapat dikatakan netral. Akan tetapi hal tersebut tergantung pada kepandaian dan kepiawaian penerima informasi dalam memahami suatu informasi yang diperoleh. Adapun nilai yang diperoleh dari informasi tertentu dapat berupa nilai baik/ buruk, dan benar/ salah. Saat ini, sumber-sumber informasi sangatlah banyak dan beragam, serta tersebar dan tersedia secara luas di dunia digital. Sangat sulit untuk membatasi atau membentengi suatu informasi agar tidak dapat tersampaikan/ tersebar pada seseorang, masyarakat, atau negara tertentu. Langkah yang tepat dan bijak dalam menghadapi tantangan tersebut adalah dengan mempersiapkan diri baik secara mental maupun secara fisik agar dapat menangani, menerima, menilai, memutuskan, dan memilih informasi yang tersedia untuk mereka sendiri, sehingga akan lebih efektif dan mendewasakan masyarakat untuk bisa mengelola informasi dengan lebih baik. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi, maka masyarakat akan mendapatkan kemudahan dalam mengakses, mempergunakan, dan menyebarkan informasi.

Dewasa ini perkembangan dan kemajuan teknologi semakin pesat yang ditandai dengan adanya internet. Keberadaan internet dapat memberikan potensi sekaligus tantangan persoalan aktual, terutama bagi kalangan pemuda pada zaman sekarang. Kehidupan pemuda di era digital ini, tidak dapat terpisahkan dari adanya internet dan gawai sebagai medianya. Dilansir dari situs aptika.kominfo.go.id, pengguna internet Indonesia pada tahun 2021 meningkat 11% dari tahun sebelumnya, yaitu 175,4 juta menjadi 202,6 juta pengguna. Sementara itu, berdasarkan hasil survey penggunaan TIK yang dilakukan Kominfo pada tahun 2019, 94% pengguna internet menggunakan media sosial. Adapun media sosial yang paling sering digunakan adalah Facebook (92,75%), Youtube (53,14%), Instagram (37,85%), Twitter (8,39%), Lainnya (3,87%), dan Linkedin (0,98%). Penggunaan perangkat TIK diyakini memberikan kemudahan dalam membedakan informasi yang benar dan tidak benar. Tercatat data hasil survey, masyarakat yang setuju dengan pendapat tersebut adalah 72.36%, dengan cara masyarakat dalam menentukan kebenaran suatu informasi yaitu mencari informasi lebih lanjut menggunakan mesin pencari seperti Google, Yahoo, Wiki, dan lain sebagainya.

Data survei penggunaan TIK 2019 serta implikasinya terhadap aspek sosial budaya masyarakat mengindikasikan bahwa pengetahuan pengguna internet yang berpendidikan rendah di wilayah urban terhadap konten negatif cukup memadai. Sebaliknya pengguna internet berpendidikan rendah di wilayah rural tidak paham terhadap konten negatif. Pada aspek kesejahteraan sosial, 60% responden berpendapat bahwa penggunaan TIK meningkatkan produktivitas kerja, meraih peluang usaha, dan mengakses informasi. Akan tetapi 30% kategori nelayan tidak setuju dengan hal tersebut karena belum memanfaatkan TIK. Juga petani, hanya 1% yang melakukan aktivitas e-commerce.

Studi empiris Prasetiono membuktikan bahwa pentingnya literasi digital bagi pemuda agar dapat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara bijak sehingga tidak menyebarkan kontek negatif seperti berita bohong, ujaran kebencian, dan paham radikalisme. Dengan demikian, dari studi empiris tersebut, penulis ingin mengangkat judul mengenai “Pengembangan Desa Berkonsep Literasi Digital sebagai Media Pemberdayaan Pemuda dalam Menggunakan Media Sosial”.

Pendampingan pemuda secara formal maupun informal, penting untuk ditingkatkan. Pendampingan secara formal oleh sekolah dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi sekolah dan guru. Di sisi lain, pendampingan pemuda oleh lembaga keluarga dan lembaga masyarakat semakin memudar. Pemuda dan internet adalah sumber daya potensial yang memiliki dua sisi positif dan negatif sehingga harus dikelola dengan baik supaya tidak merugikan.

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

1.      Definisi Desa

Kata desa berasal dari bahasa Sansekerta “dhesi”, yang artinya tempat lahir. Namun, perlahan makanan nya mulai berubah pada awalnya makna desa terkesan baik, karena kepentingannya mulai berubah menimbulkan kesan negatif. Padahal, para ahli berpendapat bahwa desa memiliki peran penting. Ada beberapa definisi desa menurut para ahli. Sutardjo Kartohadikusumo dalam bukunya Desa (1953) mendefinisikan desa adalah suatu kesatuan hukum dimana dihuni oleh suatu masyarakat yang dapat menjalankan pemerintahan sendiri. Sementara itu, Bintarto mantan Guru Besar Fakultas Geografi UGM mengemukakan pengertian desa dalam bukunya Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya (1983). Menurutnya, desa adalah sebuah perwujudan kesatuan geografi (wilayah) yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial, ekonomi, politik, dan kultural dalam hubungan dan pengaruh timbal baliknya dengan daerah-daerah lain di sekitarnya.

Menurut Daldjoeni (2003), mengatakan bahwa desa merupakan pemukiman manusia yang letaknya di luar kota dan penduduknya berpangupajiwa agraris. Desa dengan berbagai karakteristik fisik maupun sosial, memperlihatkan adanya kesatuan di antara unsur-unsurnya.

 

2.      Definisi Literasi Digital

Secara umum, literasi digital dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam menggunakan teknologi. Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat   Menurut Mayes dan Fowler ada prinsip dalam mengembangkan literasi digital secara berjenjang. Pertama kompetensi digital yang menekankan pada keterampilan, pendekatan, perilaku dan konsep. Selain itu juga ada penggunaan digital itu sendiri yang memfokuskan pada pengaplikasian kompetensi digital. Terakhir, adanya transformasi digital yang tentu saja membutuhkan yang namanya inovasi dan kreativitas, sebagai unsur penting dalam digitalisasi.

 

3.      Definisi Media Sosial

Secara umum, media sosial adalah suatu media secara online yang memudahkan penggunanya untuk melakukan interaksi sosial secara online. Disana mereka bisa berkomunikasi, networking, berbagi, dan banyak kegiatan lainnya. Menurut Nasrullah (2016) mengungkapkan, bahwa media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual. Dalam media sosial, tiga bentuk yang merujuk pada makna bersosial adalah pengenalan (cognition), komunikasi (communicate) dan kerjasama (cooperation).

Menurut P.N. Howard dan M.R Parks (2012) media sosial adalah media yang terdiri atas tiga bagian, yaitu; infrastruktur informasi dan alat yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan isi media, isi media dapat berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan, dan produk-produk budaya yang berbentuk digital, kemudian yang memproduksi dan mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital adalah individu, organisasi, dan industri. Sementara itu, menurut Michael Cross (2013), media sosial adalah sebuah istilah yang menggambarkan bermacam-macam teknologi yang digunakan untuk mengikat orang-orang ke dalam suatu kolaborasi, saling bertukar informasi, dan berinteraksi melalui isi pesan yang berbasis web. Dikarenakan internet selalu mengalami perkembangan, maka berbagai macam teknologi dan fitur yang tersedia bagi pengguna pun selalu mengalami perubahan. Hal ini menjadikan media sosial lebih hypernym dibandingkan sebuah referensi khusus terhadap berbagai penggunaan atau rancangan.

McGraw Hill Dictionary mengungkapkan, bahwa media sosial adalah sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual. Sementara itu, Varinder Taprial dan Priya Kanwar (2012) berpendapat bahwa media sosial adalah media yang digunakan oleh individu agar menjadi sosial, atau menjadi sosial secara daring dengan cara berbagi isi, berita, foto dan lain-lain dengan orang lain. Media sosial adalah label bagi teknologi digital yang memungkinkan orang untuk berhubungan, berinteraksi, memproduksi, dan berbagi isi pesan (B.K. Lewis, 2010).

 

4.      Jenis/ Macam-Macam Media Sosial

Secara umum media sosial ada 6 (enam) macam antara lain layanan blog, Layanan jejaring sosial (social network), layanan blog mikro (microblogging), layanan berbagi media (media sharing), layanan forum, dan layanan kolaborasi. Menurut Kotler dan Keller bahwa terdapat tiga macam platform yang utama untuk media sosial, yaitu:

a.       Forum dan komunitas online, mereka datang dalam segala bentuk dan ukuran dimana banyak dibuat oleh pelanggan. Sebagian hal ini disponsori oleh perusahaan melalui postingan, instant, messaging, dan juga chatting yang berdiskusi mengenai minat khusus yang dapat berhubungan dengan perusahaan.

b.      Blogs, terdapat banyak sekali pengguna blog yang sangat beragam disini dan Blogspot sendiri merupakan salah satu penyedia akun website gratis dimana kita bisa posting, sharing, dan lain sebagainya.

 

Menurut Puntoadi (2011: 34) bahwa terdapat beberapa macam jenis media sosial, yaitu sebagai berikut :

a.       Bookmarking, memberikan sebuah kesempatan untuk men share link dan tag yang diminati. Hal demikian bertujuan agar setiap orang dapat menikmati yang kita sukai.

b.      Wiki, sebagai situs yang memiliki macam-macam karakteristik yang berbeda, misalnya situs knowledge sharing, wikitravel yang memfokuskan sebagai suatu informasi pada suatu tempat.

c.       Flickr, situs yang dimiliki Yahoo, yang mengkhususkan sebuah image sharing dengan kontributor yang ahli pada setiap bidang fotografi di seluruh dunia. Flickr menjadikan sebagai photo catalog yang setiap produknya dapat dipasarkan.

d.      Creating opinion, media sosial tersebut memberikan sarana yang dapat untuk berbagi opini dengan orang lain di seluruh dunia. Melalui media sosial tersebut, semua orang dapat menulis jurnal, sekaligus sebagai komentator.

e.       Jejaring sosial, melalui situs-situs konten sharing tersebut orang-orang menciptakan berbagai media dan juga publikasi untuk berbagi kepada orang lain.

 

5.      Masalah Adanya Media Sosial

Masalah yang sering dijumpai dan menjadi fokus utama dalam bijak menggunakan media sosial adalah adanya berita bohong/ hoax. Dalam jangka waktu satu tahun terakhir, istilah berita hoax begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia (Alber, 2017). Banyaknya informasi yang beredar di dalam masyarakat terutama melalui Facebook menyebabkan terjadinya penyebaran berita hoax. Banyaknya berita hoax yang beredar, membuat masyarakat menjadi resah, karena banyak pihak yang merasa dirugikan dengan penyebaran informasi-informasi yang tidak valid tersebut (Junami et al., 2018). Berita bohong atau hoax telah banyak mewarnai dalam setiap peristiwa menjelang pemilihan umum baik pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemilihan presiden (Pilpres) maupun pemilihan legislatif (Pileg). Berita bohong dalam undang-undang ITE bertujuan untuk menipu, menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).

 

PEMBAHASAN/ ISI

1.      Urgensi Literasi Digital dalam Pemberdayaan Pemuda

Pemberdayaan kepemudaan di bidang sosial, budaya, dan ekonomi perlu disertai dengan gerakan literasi digital. Kedua, keterampilan literasi digital pemuda dapat berkontribusi pada pembangunan desa melalui penggunaan internet. Pada era digital ini, pemuda tidak dapat terlepas dari teknologi informasi yang perlu adaptif. Program desa berkonsep literasi digital berupaya memberdayakan pemuda agar mengerti dunia digital sehingga dapat berpartisipasi untuk membangun desa melalui pemanfaatan teknologi informasi. Menggunakan startegi pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas, desa berkonsep literasi digital berupaya mendorong pemuda agar dapat dengan bijak menggunakan media sosial dan agar dapat mengenali potensi lokal desa atau dengan slogan yang tepat “think globally, act locally”. Pemuda merupakan sumber daya potensial dalam pembangunan. Namun demikian, pemuda dapat menjadi toxic sebagai pelaku berbagai penyimpangan sosial atau tonic sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pemuda harus menjadi pelopor perubahan di desa. Misi Program desa berkonsep literasi digital adalah memberdayakan pemuda dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki pemuda melalui pemahaman literasi digital untuk membangun desa. Pemuda era ini adalah digital natives, yakni generasi yang lahir setelah tahun 1980-an. Generasi ini telah tumbuh dalam lingkungan digital. International Telecommunication Union (ITU) menyarankan untuk memahami cara generasi digital native belajar,

Pemberdayaan dalam kerangka literasi digital meliputi jurnalisme warga, kewirausahaan, dan etika informasi. Jurnalisme warga merupakan aktivitas partisipasi warganet dalam bentuk laporan, analisis, serta penyampaian informasi dan berita melalui berbagai aplikasi online. Jurnalisme warga dipandang penting untuk melengkapi media massa yang adakalanya tidak bisa menjangkau kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Aspek lainnya adalah kewirausahaan, yakni adanya peluang bagi warganet untuk melakukan wirausaha melaui internet. Misalnya, UMKM online, startup digital, dan online marketplace. Menghadapi banyaknya persoalan yang disebabkan oleh penyalahgunaan penggunaan internet, seperti menyebarnya hoax, pornografi, bullying di media sosial, hate speech serta hate spin. Berbagai upaya untuk mendorong literasi digital pada masyarakat telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sipil. Bekerjasama dengan akademisi dan organisasi masyarakat sipil, Kementerian Komunikasi dan Informatika menerbitkan buku-buku literasi digital. Di berbagai daerah juga muncul desa melek internet, seperti Desa Melung sebagai Desa Internet di Kecamatan Kedungbanteng Banyumas dan Kampung Cyber di Kota Yogyakarta. Jurnalisme warga juga muncul bak jamur di musim hujan, seperti Kompasiana dan Koran Facebook. Sama halnya dengan program-program yang berusaha menciptakan literasi digital tersebut, Program desa berkonsep literasi digital juga bertujuan untuk mendorong literasi digital pemuda.

 

2.      Peran Desa dalam Pemberdayaan Pemuda

Pemuda di dorong untuk bertukar pengalaman dalam mengidentifikasi potensi yang ada didesanya. Pengalaman pemuda terhadap potensi yang ada di desanya berbeda-beda. Dalam kegiatan menulis bersama, pemuda didorong untuk mendiskusikan pengalaman-pengalaman tersebut untuk menghasilkan satu naskah tulisan yang kaya akan berbagai sudut pandang. Menurut Wibawanto, desa berkonsep literasi digital potensial untuk meningkatkan pengetahuan pemuda. Pertama, kolaborasi antara akademisi dan pemuda dapat menggali potensi lokal. Kedua, pendekatan institusional dapat meningkatkan kepekaan pemuda terhadap sumber daya yang dimiliki. Ketiga, Sipkades mendorong pemuda untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Interaksi antara pemuda dengan Tim Pengabdian Masyarakat Sipkades juga merupakan proses belajar sosial. Terjadi proses timbal balik antara keduanya. Pemuda belajar materi desa berkonsep literasi digital yang disampaikan oleh Tim Pengabdian Masyarakat. Di sisi lain, Tim Pengabdian Masyarakat belajar memahami sudut pandang pemuda, yang acapkali nyleneh atau enggan mengikuti aturan yang berlaku umum. Memahami sudut pandang pemuda ini penting dilakukan supaya pemuda menerima intervensi Tim Pengabdian Masyarakat melalui program sebagai bagian dari upaya membangun desanya. Pada awal sosialisasi program, muncul resistensi dari beberapa pemuda. Muncul. Mereka beranggapan bahwa program untuk kepentingan Tim Pengabdian dan hanya menjadikan pemuda sebagai objek. Anggapan ini perlahan pudar setelah berproses bersama melaksanakan program. Desa berkonsep literasi digital merupakan program pemberdayaan masyarakat dengan sasaran pemuda berupa partisipasi prosesional yang berkelanjutan. Pada kenyataannya, menumbuhkan kemandirian dan kreatifitas pemuda dalam menjalankan website tidaklah mudah. Pemuda masih bergantung pada fasilitasi dari pihak eksternal. Pasca program selesai, pemuda tidak bisa secara rutin mengunggah konten ke website desa berkonsep literasi digital. Namun demikian, program desa berkonsep literasi digital sedikit banyak telah berhasil menggugah pemuda untuk melek digital. Pemuda sadar bahwa pendapat dan pemikirannya dibutuhkan dan pantas untuk disuarakan ke khalayak luas, salah satunya melalui website desa berkonsep literasi digital. Keinginan pemuda untuk melakukan peliputan berbagai kegiatan desa untuk kemudian di unggah ke desa berkonsep literasi digital sudah ada. Alhasil, upaya untuk berdiskusi dan menulis artikel belum optimal. Dari kondisi ini dirumuskan beberapa poin pembelajaran terhadap program desa berkonsep literasi digital. Pertama, meningkatnya kapasitas pemuda dalam mengidentifikasi potensi desa dan mengelola website tidak menjamin keberlanjutan program. Intervensi dari pihak eksternal berupa pendampingan dan penguatan kapasitas masih sangat dibutuhkan. Kedua, tersedianya website desa berkonsep literasi digital yang dapat dikelola dan dimanfaatkan, tidak serta merta merubah pemuda menjadi kreatif memanfaatkannya untuk kepentingan pembangunan desa. Ketiga, pelatihan pengelolaan website untuk tujuan ekonomis seperti menginisiasi startup bisnis digital atau menciptakan marketplace mendesak untuk diterapkan di website desa berkonsep literasi digital. Pemuda membutuhkan program-program pada ranah ekonomi riil yang dapat menghasilkan uang. Meskipun demikian, replikasi program desa berkonsep literasi digital di desa lain penting untuk dilakukan. Ini mengingat gempuran teknologi informasi pada berbagai lini kehidupan yang kerap kali dimanfaatkan untuk kepentingan negatif. Pemuda perlu dibekali ilmu literasi digital dan keterampilan memanfaatkan teknologi informasi untuk membangun desanya maupun untuk kepentingan ekonomi individual. Replikasi program desa berkonsep literasi digital dapat menyasar pada desa-desa yang sedang merintis desa wisata atau desa-desa yang menginisiasi desa internet. Internet merupakan hasil dari kebudayaan sehingga hendaknya dimanfaatkan untuk mengembangkan budaya yang adiluhung.

 

3.      Konsep Desa Literasi Digital dalam Mewujudkan “Bijak Menggunakan Media Sosial di Kalangan Pemuda”

Desa digital adalah konsep program yang melibatkan sistem pelayanan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat dengan pemanfaatan teknologi informasi. Salah satu contoh desa yang telah menerapkan literasi digital adalah di Desa Brosot dan Desa Sidorejo kedua desa tersebut melakukan program Sistem Informasi Potensi Kreatif Desa (Sipkades). Program Sipkades menyasar kalangan pemuda di Desa Brosot, Kecamatan Galur dan Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah. Melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi salah satu faktor pendorong inisiasi Sipkades. Undang-Undang tentang desa membuka peluang yang luas bagi desa untuk mengelola potensinya. Pasal 3 mengemukakan 13 asas pengaturan desa, yakni rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaa, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan. Pemuda merupakan aset yang dapat menjadi salah satu sumber daya manusia untuk pengelolaan sumber daya berbasis komunitas.  Konsep ini memiliki 4 karakteristik, yakni desentralisasi, pemberdayaan, proses belajar sosial, dan keberlanjutan. Untuk mewujudkan pengelolaan tersebut membutuhkan tingkat partisipasi masyarakat lokal. Dalam proses mewujudkan Sipkades di Desa Brosot dan Desa Sidorejo  pemuda diajak untuk merumuskan program Sipkades menggunakan metode desentralisasi yaitu Pengambilan keputusan pada identifikasi persoalan dan kebutuhan serta penyusunan dan pengelolaan program, aktualisasi potensi sumber daya, mekanisme pengelolaan pembangunan yang mandiri, swakelola dan terlembaga (Astuti, 2019). Dalam Segala perencanaan program dibahas bersama dengan pemuda secara partisipatif. Hasil perencanaan program merupakan keputusan bersama bukan adnya paksaan dari salah satu pihak bahkan pemuda sendiri yang memutuskan. Hal ini dilakukan sebagai proses dalam meningkatkan kepercayaan diri para pemuda dalam memberikan ide gagasan sehingga tidak mengalami kecanggungan.

 

4.      Upaya Mewujudkan “Bijak Menggunakan Media Sosial di Kalangan Pemuda”

Sumber informasi dapat berasal darimana saja, era digital melekat dengan diri tiap pribadi dan tidak dapat dielakkan lagi, kalangan manapun dapat dengan mudah memanfaatkannya dengan baik, namun era digital dapat juga menjadi boomerang yang menghancurkan seseorang. Ketidakpahaman masyarakat terhadap media digital membuat penyalahgunaan yang berakibat terhadap kehidupan pribadi dan sosial. Maka dari itu perlu adanya literasi digital sebagai upaya dalam masyarakat, terutama anak dan remaja untuk menyaring informasi yang disajikan terutama di media sosial. Literasi   yang buruk dapat mengakibatkan gangguan pada psikologis. Maka dari itu beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai bentuk penggunaan media sosial dengan bijak seperti:

a.       Mengadakan pelatihan dan pembekalan literasi digital kepada pemuda sehingga pemuda bukan saja menerima informasi yang didapat namun dapat juga menyaring informasi tersebut dapat berupa webinar dan sosialisasi.

b.      Mengikut sertakan pemuda dalam kegiatan dan pengambil keputusan sehingga pemuda merasa memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada lingkungan dan tidak merasa didiskriminasi.

c.       Mengadakan program yang berhubungan dengan belajar sosial dimana pemuda dapat mempraktekkan materi yang didapat dari adanya webinar,sosialisasi dan sebagainya dalam bentuk tulisan dokumentasi, mempublikasikan melalui website.

d.      Memberikan wadah kepada pemuda untuk bertukar pikiran ataupun pengalaman sehingga para pemuda dapat bertumbuh dan memanfaatkan media sosial dengan baik sehingga dapat memiliki penghasilan.

e.       Mengajarkan etika dalam menggunakan media sosial dengan baik dan benar sehingga tidak tersandung UU ITE.

 

PENUTUP

Dewasa ini perkembangan dan kemajuan teknologi semakin pesat yang ditandai dengan adanya internet. Keberadaan internet dapat memberikan potensi sekaligus tantangan persoalan aktual, terutama bagi kalangan pemuda pada zaman sekarang. Kehidupan pemuda di era digital ini, tidak dapat terpisahkan dari adanya internet dan gawai sebagai medianya. Desa digital adalah konsep program yang melibatkan sistem pelayanan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat dengan pemanfaatan teknologi informasi. Menggunakan startegi pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas, desa berkonsep literasi digital berupaya mendorong pemuda agar dapat dengan bijak menggunakan media sosial dan agar dapat mengenali potensi lokal desa atau dengan slogan yang tepat “think globally, act locally”. Pemuda merupakan sumber daya potensial dalam pembangunan.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter