Ad Unit (Iklan) BIG

Sejarah: Kehidupan Bangsa Indonesia pada Masa Orde Baru sampai Reformasi

Post a Comment

A. Kehidupan Politik dan Ekonomi pada Masa Orde Baru

1. Kehidupan Politik pada Masa Orde Baru

Orde baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.

Tugas pemerintah Orde Baru adalah menghentikan proses kemerosotan ekonomi dan membina landasan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi ke arah yang wajar. Dalam mengemban tugas utama tersebut, berbagai kebijaksanaan telah diambil sebagaimana tertuang dalam program jangka pendek berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan pada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang.

2. Kehidupan Ekonomi pada Masa Orde Baru

Pemerintah Orde Baru berupaya menggalang dana dari dalam negeri, yaitu dana yang berasal dari masyarakat. Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah menjalin kerja sama dengan Bank Indonesia dan bank-bank milik negara. Hal itu diupayakan agar masyarakat mau menabung karena uang yang ditabung bisa menghambat laju inflasi.

Selanjutnya, upaya pemerintah dalam mmpertahankan laju ekonomi adalah dengan cara menggali dan mengembangkan ekspor nonmigas yang sebelumnya terabaikan. Kegiatan ekspor nonmigas juga dimaksudkan untuk melepaskan diri dari ketergantungan penerimaan dan penghasilan devisa yang berasal dari ekspor migas.


B. Kehidupan Politik dan Ekonomi pada Masa Reformasi

1. Kehidupan Politik pada Masa Reformasi

a. B. J. Habibie

B. J. Habibie merasa perlu untuk menegaskan komitmennya dalam melakukan reformasi di bidang politik, hukum, dan ekonomi. B. J. Habibie mengubah kerangka politik Orde Baru yang otoriter menjadi lebih demokratis, seperti yang dituntut gerakan reformasi. Untuk membentuk pemerintahan yang memiliki legitimasi kuat dan pemilihan kembali tatanan ekonomi Indonesia, maka pemilihan umum segera dilaksanakan.

b. Abdurrahman Wahid

Kabinet pertama Abdurrahman Wahid bernama Kabinet Persatuan Nasional. Ia kemudian mulai melakukan reformasi dalam menjalankan pemerintahan. Pertama, ia membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Kedua, membubarkanDepartemen Sosial yang dianggap tidak efisien. Langkah Presiden Abdurrahman Wahid ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Alasan pembubaran kedua lembaga tersebut adalah untuk efisiensi dan perampingan kabinet, sekaligus untuk melaksanakan UU No. 2/ 1999 tentang otonomi daerah.

c. Megawati Soekarnoputri

Megawati mengawali tugasnya sebagai presiden dengan tekad untuk menghapus praktik-praktik KKN yang dimulai dari anggota keluarganya sendiri. Berbagai rencana kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Presiden Megawati tertuang dalam lima agenda utama Kabinet Gotong Royong sebagai berikut.

1) Pemerintah harus membuktikan sikap secara tegas untuk menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme.

2) Pemerintah harus menunjukkan kesungguhan dalam menyusun langkah-langkah yang meyakinkan untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari penderitaan akibat krisis yang berkepanjangan.

3) Pemerintah harus meneruskan pembangunan politik untuk melakukan perbaikan dalam menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

4) Pemerintah harus menampakkan kemampuannya untuk mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil.

5) Pemerintah harus menjaga pertahanan keamanan dan hak-hak asasi manusia sebagai bagian dalam menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat.

d. Susilo Bambang Yudhoyono

Sesudah dilantik sebagai presiden, Susilo Bambang Yudhoyono segera menyusun kabinet yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu I pada 21 Oktober 2004. Presiden SBY mencanangkan Program 100 Hari yang kemudian diikuti oleh para menterinya. Program tersebut difokuskan pada pemulihan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Kemudian, presiden juga membentuk program rekonsiliasi dari proses alih jabatan dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru dan penyusunan kabinet 2004-2009. Rekonsiliasi diperlukan untuk menjamin pengelolaan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat agar tetap berjalan dengan baik.

2. Ekonomi pada Masa Reformasi

a. B. J. Habibie

Reformasi yang dicanagkan pemerintahan B. J. Habibie sangat erat dengan program yang telah disetujui International Monetary Fund (IMF). Reformasi Ekonomi sendiri mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:

1) merekontruksi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan,

2) memperkuat basis sektor riil ekonomi, dan 

3) menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.

Reformasi perbankan memperoleh prioritas tertinggi dalam program pemulihan ekonomi sejalan dengan penjadwalan kembali utang luar negeri Indonesia.

b. Abdurrahman Wahid

Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Gus Dur mengarah pada perbaikan, diantaranya adalah adanya pertumbuhan PDB yang mulai positif dan tingkat suku bunga yang rendah sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil. Namun, hal itu tidak stabil dengan situasi politik dan sosial bangsa Indonesia yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Hal ini menyebabkan perekonomian negara terganggu. Persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin karena kegiatan penjualan saham dalam negeri lebih banyak dari pada kegiatan pembelian.

c. Megawati Soekarnoputri

Pemerintahan Megawati merancang kebijakan pemulihan ekonomi yang dapat menggerakan sektor riil dan sektor keuangan serta menajdi stimulus untuk menuju pemulihan ekonomi. Berkaitan dengan kebijakan ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi, yaitu Tap MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Ketetapan MPR ini merupakan arah dan pedoman bagi kebijakan penyelenggaraan negara, termasuk lembaga tinggi negara dan seluruh rakyat Indonesia dalam menyelenggarakan penyelamatan, pemulihan, pemantapan, dan pengembangan di sektor pembangunan negara.

d. Susilo Bambang Yudhoyono

Untuk melaksanakan program 100 hari, para menteri yang berhubungan dengan perekonomian mulai merumuskan program-program. Menteri Perdagangan, Mari Pangestu, khusus memberikan perhatian kepada peningkatan daya saing internasional industri Indonesia agar kinerja ekspornya lebih baik. Ia berpendapat bahwa daya saing Indonesia harus didongkrak dengan empat kiat, yaitu:

1) penghapusan ekonomi biaya tinggi,

2) menarik investasi,

3) memperbaiki infrastruktur, dan

4) memperluas akses pasar ekspor.


C. Peran Pelajar, Mahasiswa, dan Pemuda dalam Perubahan Politik dan Ketatanegaraan Indonesia

Pada 21 Mei 1998 menjadi momentum penting dari sejarah politik di Indonesia. Presiden Soeharto yang berkuasa lebih dari 30 tahun menjadi karakter tunggal, simbol pemersatu kekuatan militer, serta pemegang kekuasaan birokrasi dan korporasi, dapat dilengserkan oleh kekuatan sosial  yang dimotori oleh mahasiswa.

Lengsernya Presiden Soeharto didahului oleh gelombang aksi protes dan keresahan sosial yang menyebar ke seluruh Indonesia. Menurut Samuel P. Hutington (1991), kondisi ini telah membuat Indonesia masuk pada fase "Gelombang Demokratisasi Ketika" (The Third Wave World of Democratization). Gelombang aksi protes yang dimotori oleh mahasiswa ini dipicu oleh beebrapa faktor, diantaranya krisis multidimensional yang bermuara pada krisis kepercayaan pada pemerintah yang telah berkuasa sangat lama.

Sementara gerak pemuda dan mahasiswa semakin keras menyuarakan agenda reformasi. Pemerintah menerapkan kebijakan yang sangat reaktif, yaitu mencabut subsidi BBM yang diumumkan pada 4 Mei 1998. Uasana yang penuh ketidakpastian ini menggoyahkan stabilitas politik. Suara rakyat yang didukung para mahasiswa gencar meminta Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Mahasiswa mulai turun ke jalan, dan dengan cepat berkembang hingga ke luar Jakarta, seperti Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi sambil terus meneriakkan tuntutan reformasi.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter